Tidak kenal waktu, pagi siang, sore dan malam. Kedai kopi dekat rumah sering kali memutar lagu India. Lagu paling aku ingat ialah, 'Kaho Naa Pyaar Hai' diperankan oleh Hrintik Rosan dan Ameesha Patel, 'Hare-Hare di film Josh. Dan satu lagi, 'Soldier' yang diperankan Bobby Doel dan Pretty Zinta. Sering kali diulang-ulang sebab cuma film ini yang kasetnya tidak sering macet-macet. Selebihnya segala lagu dangdut, salah satu liriknya begini, "Bang SMS siapa ini, Bang? Bang pesannya kok pake sayang-sayang? Bang tolong jawab aku, Abang! Bang nanti hp ini kubuang!"
Suatu malam kedai kopi memutar film Rambo, yang sebenarnya belum waktunya diputar sebab masih banyak anak-anak yang terjaga. Meskipun film Rambo hanya film perang, bukan film yang membangkitkan syahwat. Akhirnya yang nonton membeludak hingga anak-anak seusiaku juga ikut menonton sambil berdiri. Suara bass spaeker besar itu memekakkan telinga di saat Rambo menggunakan senjata yang pelurunya berantai-rantai itu. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku,
"Yah, jangan ganggu aku! Aku lagi fokus ni!" kataku melarang.
Aku tidak menoleh ke belakang. Beberapa menit kemudian ditepuk lagi, lalu kulihat ke belakang, ternyata ayahku yang menepuk pundakku. Ayah menanyakan film apa yang sedang ditonton. Ayah melihat banyak orang mengumpul akhirnya beliau juga datang dan menonton berdiri di belakangku di tepi jalan. Namun tidak lama beliau pun pulang. Ayah tidak biasanya ia menonton film dan duduk di kedai kopi. Malam itu adalah pertama dan tetakhir kalinya ayah menonton film di kedai kopi dan berdiri di belakang denganku. Aku pun malu pada ayah sebab sempat aku larang menggangguku. Ayah semyum-senyum ketika tadi aku melarangnya.
Hari ini, begitu pulang dari sekolah tadi, aku merasa malas. Aku tidak mau menggembala. Aku tidak mau membuka kandang. Mamak mendengar lembu-lembu menangis kelaparan. Mamak berkali-kali menyuruhku pergi menggembala tapi aku enngan. Karena mamak kasihan pada lembu dan khawatir aku dimarahi ayah sebab tidak lama lagi ayah akan pulang. Akhirnya mamak mengeluarlan lembu dari kandang. Kulihat dari depan rumah mamak sudah pergi beberapa meter mengarak lembu menuju ke padang rumput di desa Salim Pinim sana. Timbul rasa kasihanku pada mamak. Tentu beliau akan kualahan sebab lembu tidak begitu kenal dengan mamak. Pasti lembuku tidak punya rasa segan pada mamak dan tentu juga mereka akan suka-suka, tidak mudah diperintah, mereka akan memakan jagung orang di tepi jalan raya.
Aku pun pergi mengikuti mamak dari belakang. Sesekali mamak melihat kebelakang. Mamak melihatku menyusulnya. Mamak ikut ke padang rumput. Aku dan mamak menggembala di Pante Dona. Aku pun berenang di genangan hasil dikerok oleh alat berat Beko. Begitu mamak melihat suasana hatiku sudah kembali pulih, mamak mohon diri pulang ke rumah saat aku sedang asyik berenang. Sebab banyak kerjaan rumah yang akan beliau lakukan, terutama menyiapkan makan untuk ayahku yang bakal pulang dari gunung dan juga makan malam untk kami. Aku membolehkan mamak pulang dan aku menggembala sendirian. Aku tidak menemukan teman-temanku yang lain di sekitar sini.
Lembu Bogoh-ku juga tidak dapat mengetahui keberadaan pacarnya. Sering ia mendongakkan kepalanya, melihat-lihat ke segala sisi di kejauhan sana. Biasanya jarak seratus meter ia langsung mengenali pacarnya dan langsung mengejar. Boguh akan lari secepatnya dan mengendus-endus badan pacarnya. Dan terjadilah yang harusnya terjadi. Semua pemilik lembu dakhe (dara) senang jika ada Boguh yang sedang jatuh cinta, lalu pacaran dan kawin di mana mereka suka. Bahkan di jalan raya, kendaraan lewat, puluhan mata menyaksikan.
Pante Dona ini adalah taman rekreasi. Banyak sekali muda-mudi sembunyi di semak-semak. Kadang diganggu lembu kami. Pernah kami mengetahui salah seorang penduduk kampung kami menggandeng pacarnya ke Pante Dona dan ia anteng saja lewat di depan kami. Andaikan kami laporkan pada istrinya, bisa jadi dia disuruh mengurus anaknya sebab istrinya akan minta cerai.
Pante Dona, tempat di mana kami paling sering menggembala. Untuk satang ke sini tidaklah mesti membayar karcis. Dulu sempat dibuatkan penghalang jalan masuk gerbang, namun orang memilih jalan lain. Apalagi kami yang punya lembu, tidak pernah sekali pun bayar. Karena memang Pante Dona tidak sepenuhnya bisa dikatakan taman.
Pante Dona tempat rekreasi yang banyak semak, tempat pakan lembu, tempat orang sembunyi-sembunyi, tempat orang-orang mandi jika airnya dangkal dan bening, tempat orang memancing, tempat orang nongkrong, tempat orang melepas penat, tempat orang bersantai, tempat orang bertamasya, tempat bagi-bagi rapor, main gitar, bakar-bakar ikan dan ayam. Banyak juga orang-orang yang tampak kaya datang kemari. Mobil-mobil mewah terparkir di tempat parkiran dekat rumah pemilik tanah. Dan tentu saja tidak semuanya pacaran, pasangan yang halal juga banyak berdatangan.
Di mana pun menggembala, jika turun hujan, di saat berdiri di atas rumput setinggi lutut, yaitu rumput yang menjalar dan tentu warna daunnya hijau, rumput yang disukai lembu kami. Satu menit saja berdiri di atas rumput seperti ini, maka betis sudah dikerumuni pacat. Betis kami dan juga betis-betis lembu. Kadang pacat itu menempel hingga masuk kandang. Pacat kenyang kemudian melepas gigitannya dan ia mati di dalam kandang, ditindih lembu kami dan tak sanggup hidup sebab tidak ada padang rumput di dalam kandang.
Kalau bulan ramadhan, di sore hari sebelum puasa. Maka orang-orang Kuta Cane dari berbagai penduduk kabupaten akan berduyun-duyun datang ke Pante Dona. Ada yang datang dengan pacarnya tentunya, ada yang datang dengan satu keluarga, satu komunitas, satu organisasi dan satu desa. Bermacam-macam. Sebagian datang naik sepeda motor, becak, mobil sedan, mobil pick-up dan angkot. Hari seperti inilah yang membuat para senior malas menggembala di Pante Dona. Senior malu dilihat cewek-cewek cantik meskipun cewek itu tak kenal dengan senior, meskipun hanya dilihat sekilas lewat saja, padahal mereka bersama cowoknya. Namun tidak ada pilihan lain. Tidak bisa menggembala ke Gunung sebab bukan musim hujan. Bulan ramadhan selalu terjadi di musim hari sedang panas-panasnya atau kemarau.