Tahun 90an
“Ciieee ... akhirnya Pri suka sama cewek. Kirain dia sudah jatuh cinta sama Beri.”
Beri mengeplak kepala Danu. “Ngaco.” Kemudian Beri beralih kepada Pri. “Siapa ceweknya, Pri? Anak sekolah atau mana?”
Pri mengulum senyum. Lelaki pemalu yang hanya berteman dengan dua orang saja. Dua teman adalah sebuah kemajuan untuk Pri.
“Sekolah lain.”
“Ketemu di mana?” tanya Danu kepo.
“Bimbel.”
“Orangnya gimana? Cantik? Manis?”
“Terus rambutnya-” Danu menyenggol Beri.
“Pertanyaanmu nggak mutu Bear.”
“Beri!” tegas Beri. “Stop panggil aku Bear.”
Danu berdecak. “Sama aja. Ngapain kamu tanya rambut?”
“Siapa tahu botak.”
Danu berpura-pura memukul kepala Beri. “Kebanyakan kafein, kamu. Makanya tidur. Biar bener ngomongnya.”
"Kamu sok tua kaya Mami aku. Nilai IPA saja seperti telur ceplok, gitu sok ilmiah."
Danu berdecak. "Itu kata bapak aku. Kebanyakan kafein bikin susah tidur. Makanya kamu kalau di kelas suka molor."
Pri tertawa lebar. “Sudah. Kalian sama aja."
"Sama apanya?"
"Nilainya sama-sama dapat telur ceplok." Pri terbahak.
Beri cemberut. "Udah ah. Tadi tuh gimana ceweknya?"
Manis. Rambutnya hitam sebahu. Lurus seperti disetrika. Terus ada tahi lalatnya di dekat bibir.”
“Sudah kenalan?”
Pri menunduk dan menggeleng malu. “Pertanyaanmu nggak mutu juga Dan. Sudah tahu anakmu pemalu. Jelas belum lah," ucap Beri.
Pri nyengir. Hubungan persahabatan mereka cukup komplikasi. Danu menganggap Pri adalah anaknya yang harus selalu dilindungi. Sementara Beri seperti cinta pertama Pri karena Pri selalu ngekor di samping Beri. Sementara Beri selalu bilang kalau risih diikuti Pri. Tapi kalau Pri sakit, dia yang paling heboh kahawatir. Dan Pri sebagai penyeimbang di antara dua temannya yang otaknya geser.
“Kalau gitu, kita bantu. Ayo ke sekolahnya.” Beri menarik tangan Pri.
“Sekarang?” tanya Pri kaget.
“Iya lah. Ngapain lama-lama. Jodohnya keburu dipatuk ayam.”
Mereka bertiga pergi ke sekolah SMP si gadis cem-ceman Pri. Rasa perut mulas mulai menyerang. Jantung memacu lebih cepat dari biasanya. Dia belum siap untuk bertemu. Tapi sepeda motor Beri sudah membawanya kabur menuju tambatan hatinya.
Bubaran sekolah sudah dari setengah jam yang lalu. Mustahil jika Pri bertemu dengannya. “Ber, sepertinya dia sudah pulang. “
Beri mengamati dalam sekolah. “Masa mau pulang? Nanggung. Cari aja. Siapa tahu masih di dalam. Ayo cari sekalian aku cari sepupuku. Kemarin katanya mau pulang bareng.”
Sekolah itu terkenal sebagai sekolah favorit. Anak yang masuk jelas pilihan sesuai danem. Hanya kurang sedikit angka belakang danem Pri untuk bisa masuk. Jika saja masuk, Pri pasti akan melihatnya setiap hari.
Pri bertemu gadis itu saat di kelas bimbel. Dia mengamati dari bangku belakang. Gadis itu mirip bidadari. Pri tidak berani berkenalan, apalagi berbicara dengannya. Gadis itu spesial. Pri hanya tahu sekolahnya dan namanya ....