Senja di Langit Ancala

Andita Rizkyna N
Chapter #11

Kebohongan akan terbongkar juga

“Budi! Kok bisa sepedahnya compang-camping!” Zaenal mengamati sepedanya dengan rasa menyesal. Sepeda kesayangannya menjadi buruk rupa. Kalau servis, bisa habis ratusan ribu. Dari mana dia dapat uang sebanyak itu. Uang sakunya saja hanya lima ribu lima ratus lima puluh rupiah. Butuh dua bulan tanpa jajan untuk mengumpulkan uang dua ratus ribuan.

Pri gemetaran di sebelah Budi. Dia menunduk, tapi matanya melirik Budi. Masnya diam saja. Belum ada tanda-tanda ingin mengatakan sesuatu.

Sepertinya Budi juga bingung mau menjawab bagaimana. Kronologinya dia tidak paham betul. Pri menjelaskannya dengan gagap dan tidak runtun. 

“Maaf Mas. Tadi aku jatuh.”

“Kok bisa jatuh! Kamu yang nggak hati-hati!” Zaenal berdecak kesal. “Harusnya aku nggak pinjamkan sepeda ini.”

Rasanya Budi ingin membalas omongan Zaenal. Yang dikhawatirkan masnya hanya sepeda. Mungkin kalau sepeda itu bernyawa, Zaenal akan mengajaknya mengobrol juga atau mungkin tisur di kamar.

Dasar sinting! Tapi Budi tahu kalau dia salah dan hanya boleh diam.

“Tapi kamu sama Pri nggak apa-apa?”

Hah? Pri dan Budi berpandangan. Apa telinga mereka rusak?

Zaenal mengamati Pri. “Kaki kamu luka, Pri?”

Celana SMP Pri yang lebih pendek mengizinkan lutut dan betisnya terekspos. Ada beberapa lecet dan memar biru di sana. Tidak parah terlihat dari luar. Diberi obat merah dan hansaplas uda cukup.

“Nggak apa-apa, Mas. Cuma lecet sedikit.” Pri menyengir, menutupi rasa perih akibat lukanya.

Zaenal mengangguk. “Ya sudah minta obat ke Ibu sana.”

Budi dan Pri masuk dengan bungkam. Mereka masih heran dengan perubahan sikap Zaenal. Masa iya yang tadi itu Zaenal?

Budi membantu Pri mengobati lukanya di kamar adiknya. Sementara jangan sampai Ibu tahu kejadian itu. Budi membubuhkan alkohol di luka Pri dengan kapas. Pri sedikit berjengit saat ada rasa dingin mengenai lukanya.

“Tahan, yang ini sedikit perih.” Budi meneteskan obat merah. Pri terpekik. Cairan itu membuat lukanya lebih perih.

“Sudah jangan ditutup. Biar kering kena angin.”

Pri mengamati luka di lutut dan betisnya. Ada sensasi rasa seperti dicubit kecil. Tidak sesakit saat jatuh tadi. Tangannya mengipasi luka-luka itu agar obat merahnya segera mengering dan rasa perih itu berkurang.

“Untung Mas Zaenal nggak curiga.” Budi berdiri dari posisi bersimpuh di lantai kemudian beralih ke kursi belajar Pri. “Kamu tadi gimana pulangnya? Kok bisa jatuh.”

“Tadi aku kan sudah cerita.”

“Ceritamu nggak jelas”

Lihat selengkapnya