Pagi itu, suasana kantor Artha Karya Design terasa lebih sibuk dari biasanya. Anya baru saja duduk di meja kerjanya, menyesap kopi hitam favoritnya, ketika notifikasi email masuk. Pengirimnya: Pak Heru – Direktur Utama.
“Anya, ke ruangan saya sekarang.”
Anya meneguk kopinya cepat, lalu bergegas menuju ruangan bosnya di lantai atas. Begitu masuk, ia melihat Pak Heru, pria paruh baya dengan jas abu-abu khasnya, tengah duduk dengan ekspresi serius.
"Duduk, Anya," kata Pak Heru sambil menyilangkan tangan di meja.
Anya menarik kursi dan duduk tegak. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"
Pak Heru menyodorkan sebuah map ke hadapannya. "Ini proyek terbaru kita. Jembatan gantung di Kalimantan. Klien butuh desainnya dalam satu minggu."
Anya mengernyit. "Satu minggu? Biasanya proyek sebesar ini butuh waktu minimal tiga minggu, Pak."
Pak Heru tersenyum kecil. "Saya tahu. Tapi ini tantangan untukmu. Kamu salah satu arsitek terbaik di perusahaan ini, saya yakin kamu bisa."
Anya terdiam, membuka map tersebut dan melihat detail proyeknya. Jembatan ini akan menghubungkan dua desa di pedalaman Kalimantan, memudahkan akses warga setempat. Proyek yang menantang, tapi juga menarik.
"Jika saya berhasil menyelesaikan dalam seminggu, apa yang saya dapatkan?" tanya Anya, menaikkan sebelah alisnya.
Pak Heru terkekeh. "Langsung ke negosiasi ya?"
Anya tersenyum tipis. "Bukan negosiasi, Pak. Tapi motivasi."
Pak Heru mengangguk. "Baik. Kalau kamu berhasil, saya kasih bonus lima juta rupiah kontan. Deal?"
Mata Anya berbinar. "Deal!"
Pak Heru mengulurkan tangannya, dan Anya menjabatnya dengan mantap.
"Baik. Saya tunggu hasil terbaikmu, Anya," kata Pak Heru.
Anya mengangguk mantap, sudah membayangkan tantangan gila yang harus dihadapinya dalam seminggu ke depan.
Dirinya melangkah cepat ke pantry, tempat favorit para karyawan untuk melepas penat. Begitu masuk, ia melihat Sari tengah menikmati sepotong roti sambil menyeruput teh hangat.
"Sar, darurat! Aku butuh bantuanmu!" Anya langsung duduk di sebelah Sari dengan wajah serius.