Nana sudah sampai di panti beberapa menit yang lalu, Danang yang mengantar. Semua penghuni panti kaget saat Nana datang dengan rok yang kotor. Ada banyak pertanyaan di kepala mereka termasuk bunda.
Menunggu anak-anak kembali bermain setelah keterkejutannya, bunda baru menghampiri Nana yang sedang mengeluarkan jahitan.
“Na.” Bunda duduk di samping Nana. “Nggak sekali dua kali kamu pulang dengan kondisi kayak gini. Dulu tongkat kamu patah, lengan kamu tergores, sekarang rok kamu kotor. Bunda tau itu bukan ulah kamu sendiri.”
Cepat atau lambar Nana tau bunda akan menanyakan ini. Dia sudah mempersiapkan jawaban, semoga saja bunda percaya.
“Bunda nggak usah khawatir ya, emang Nana aja yang ceroboh.”
“Tapi kamu orang yang sangat berhati-hati Na. Bunda sendiri tau kamu sedari kamu kecil. Semenjak kamu kuliah, semuanya berbeda.”
“Bun ….”
“Ada yang ngusilin kamu di kampus?”
Nana cepat menggeleng. “Nggak ada kok Bun.”
“Oke kalau kamu belum mau bilang ke Bunda.”
“Bunda, Nana nggak maksud bohong.” Baju yang ada di tangan, Nana letakkan. Dia menyamping untuk menghadap bunda.
“Selama masih ada Danang di samping kamu, Bunda yakin kamu baik-baik aja.”
“Tuh Bunda ujung-ujungnya gitu pasti.”
“Danang itu baik lho Na.”
“Dia baiknya ke semua orang Bun.”
“Iya memang, tapi kalau sama kamu baiknya tambah dikit.”
Pipi Nana bersemu merah, ia malu.
“Bunda izinin kok kalau kamu sama Danang. Udah baik, ganteng, tulus lagi.”
“Danang itu temen aku Bunda.”
“Sekarang temen, tapi satu tahun lagi atau dua tahun lagi kita nggak tau kan?”
Nana menggeleng tak percaya, selalu saja bunda menjodohkannya dengan Danang. Padahal Nana sendiri tau, Danang memang baik ke semua orang. Awalnya Nana kira Danang kasihan, tapi Danang memang tulus.
“Bunda masak dulu ya buat makan malam. Kamu di sini aja nata baju.”
“Oke Bunda sayang.”
Bunda dan panti ini adalah dunia Nana. Sebenarnya Nana juga punya dunia lain, di pikirannya sendiri. Bagi Nana, menyenangkan membangun dunia yang hanya ia sendiri yang tahu.
Dulu dunia luar sangat baik kepada Nana, tetapi semenjak insiden itu, semua seolah ditarik paksa. Butuh waktu hingga Nana bisa sampai ke tahap yang sekarang. Proses yang tak mudah dan menguras air mata.
“Kak.”
“Iya Sandra?”
“Maaf ya tadi Sandra nggak pulang. Sandra balik lagi pas di sana udah ada Kak Danang. Sandra juga lihat Kak Nana diganggu sama cowok.”
“Tolong jangan kasih tau Bunda ya. Kakak cuma sekali aja kok diganggu sama cowok itu.”
“Oke Sandra nggak akan bilang. Tapi kalau Sandra tau dia ganggu Kakak lagi, Sandra bilang ke Bunda.”
“Deal.”
Untunglah, Nana hampir khawatir kalau Sandra tak mau diajak kompromi. Sekarang tugas Nana menjauhi Sendanu sebisa mungkin kalau tidak mau terpegok lagi oleh orang panti.