“Masih belum sadar dek, ini aku baru aja sampai di hotel.” Ucap Senja sambil berjalan di lorong menuju kamarnya.
Tit
Kamar hotel terbuka, ruangan itu bersih dan rapi dan gelap karena kartunya belum dia letakkan di tempatnya, saat Senja mulai meletakkan kartunya lampu di kamarnya mulai menyala, sekilas teringat masa lalu dimana dia menanti Langit dengan ceria, kemudian terdengar suara sirine yang ternyata itu adalah ambulance yang membawa Langit ke rumah sakit.
“Hallo.. mbak? Mbak? Mba Senja?” Ucap seseorang dari telepon.
“Iya dek, kenapa tadi? Sampai mana?”
“Mbak istirahat lak kesel, toh disana enek mama mertua mbak.”
“Oh iya ini tadi Sandra ya, kira in Abian hehe.”
“Tuh gak fokus, udah mba istirahat mba istirahat.”
“Iya iya duh cerwetnyaa adikku satu-satunya ini.”
“Oke, ngko kabar-kabar neh mba”
Senja menutup teleponnya, dia masih mematung di depan kamar hotel belum masuk sepenuhnya. Sebenarnya alasan dia betah di rumah sakit berlama-lama karena dia tidak ingin kembali ke ruangan dimana dia merasa kenangan buruk ada di ruangan itu. Tetapi mau gimana lagi? Dia juga tidak bisa pindah kamar, karena sekarang musim liburan jadi semua kamar sudah di booking dan penuh. Sekar beruntung masih bisa memperpanjang kamar karena yang membooking kamarnya tiba-tiba mematalkan pesanan.
“Harus berani masuk Ja, ingat kata ibu. Kamu butuh istirahat, ayo Ja. Biar besok bisa lebih fresh menemani bang Langit Ja. Kamu bisa ja, bisa.” Ucap Senja pada dirinya sendiri.
Perlahan dia mulai melangkah dan membiasakan diri dengan ruangan yang memiliki kenangan buruk kepadanya. Dia mulai mandi, makan dan mempersiapkan sedikit pakaian untuk besok, karena sebagian bajunya sudah di laundry tadi, jadi besok tinggal menunggu di antar pakai jasa ojek online saja.
Sore itu Senja sangat lelah, hingga dia pun tertidur juga begitu merebahkan diri di kasur yang empuk setelah 3 hari tidur dengan posisi yang tidak pernah nyaman.
8 jam berlalu.
Drrttt Drrrtt Drrrtt
Ponsel Senja bergetar, ada panggilan masuk dari ayah mertuanya, kemudian mati, Ponselnya bergetar lagi dari ayah mertuanya juga hingga teleponnya mati lagi. Berulang berkali-kali tapi Senja tetap tidak bangun dari tidurnya, sepertinya dia sangat lelah. Hingga dia tertidur lelap malam itu.
Tidak lama terdengar suara telepon di kamar hotel, berdering berkali-kali juga hingga maksimal 3 kali. Tapi sama sekali tidak terdengar oleh telinga Senja. Selang beberapa menit suara bel di kamarnya mulai terdengar cukup nyaring membuanya terbagun karena kaget.
“Astaga! Abang kenapa bang?”
Ting tong Ting Tong
Dengan mata yang masih berat dan badan masih lemas, dia memaksa dirinya berjalan menuju pintu kamarnya, perlahan perasaan tidak enak menyeliputi hatinya dan juga entah kenapa bayangan Langit terlintas begitu jelas di kepalanya.
“Gak bang Langit masih di rumah sakit, dia akan sadar dan sembuh.” Senja bergumam.