Malam itu Senja pulang bersama adiknya, dia menjemput adiknya terlebih dahulu di toko yang berbeda. Mereka bekerja di toko yang berbeda tapi sama di pusat pembelanjaan kota. Sepulang kerja, Senja dan Sandra berencana mampir dulu ke pedagang kaki lima di pinggir jalan. Makan nasi pecel langganan mereka. Tetapi saat hendak parkir motornya di senggol sama orang yang juga hendak makan disana. Sandra sempat marah dan mau mengumpat, tapi di lerai oleh Senja.
“Nyapo seh mba? Wonge seng salah lo.”
“Udah, gak usah bikin masalah. Mau makan ya makan aja.”
“Gini nih, orang lempeng aja hidupnya. Gak asik! Udah lah males aku nek kene.”
Tiba-tiba terasa dejavu Senja ingat betul jika setelah ini mereka makan di tempat langganan mereka yang lain. Mereka makan di pedagang kaki lima juga, tapi makananya nasi goreng. Kali ini Sandra yang membonceng, karena dia sangat marah dan ngomel sambil memutar motornya hingga tidak sadar dia yang menyetir.
“Kok aku mba malehan seng nyetir!”
“Hah?!”
“Hah heh hah heh. Wes boh.”
Motor melaju dengan kecepatan sedang menuju tempat langganan mereka. Selama perjalanan Senja masih merasa aneh, karena semua yang dia rasakan terasa nyata. Semua indra aktif. Dia merasakan angin berhembus, bau bau makanan yang sedang masak di sepanjang jalan dia lewati, mata yang kadang silau terkena cahaya lampu
“Rasanya real banget ya? Kayak dejavu juga. Mimpi yang aneh.”
Tidak terasa Senja dan Sandra sampai di tempat penjual nasi goreng. Senja ingat sekali, setelah itu Sandra akan mendapat kesialan lagi yaitu tidak sengaja tersandung batu yang lumayan besar. Sebelum itu terjadi, Senja mencoba mencegahnya. Namun terlambat, Sandra sudah tersandung.
“Halah! Peh kok apes eram to dino iki.” Sandra marah-marah sambil berjalan penjual nasi goreng yang sedang sibuk memasak disana.
Senja mengikuti langkah Sandra, dia ingat semua kejadian itu tapi dia tidak bisa mencegahnya. Dia menarik napas berat dan mulai memesan. Mereka duduk di sudut meja. Dan Senja lagi-lagi merasa tidak asing dengan situasi ini.
Selama menunggu masakannya jadi. Sandra terus mengomel, masih mencaci orang yang tadi menabraknya. Masih mencaci batu yang dari tadi disana tapi Sandra yang tidak melihatnya, membuatnya tersandung. Kesal sekali hari ini, sudah pulang terlambat, makan terlambat pula.
“Dek! Aku udah nikah kan.” Ucap Senja tib-tiba.
Sandra bengong sejenak. Dia menatap serius kakaknya. Menyelidiki seluruh anggota tubuh kakaknya. Kemudian dia menepuk pelan pipi kakaknya. Kemudian tertawa lepas, namun melihat Senja wajahnya datar-datarnya membuat Sandra kebingunga.
“Heh? Mbak, kat isuk loh sampean kok aneh sih? Nyapo?”