“Tunggu!” Teriak Senja.
“Mba! Mbak! Weh tangi weh!” Ucap Sandra yang berusaha keras membangunkan Senja dari mimpinya.
Akhirnya Senja terbangun dalam keadaan kesal. Kemudian dia lihat adiknya dengan wajah kesal semakin membuat moodnya jelek. Andai saja tidak di bangunkan sama Sandra. Mungkin dia masih bisa ngobrol sama dirinya di dalam mimpi.
“Nyapo sih mba? Kok endel eram saiki gae bahasa Indonesia.” Ucap Sandra sambil mengucek-ucek matanya.
Senja tidak mau menjawab karena dia masih kesal. Melihat hari masih petang, dia hendak melanjutkan tidurnya. Tapi Sandra langsung marah-marah menarik selimut Senja dengan kasar.
“Apa sih dek! Biasa aja dong! Pagi pagi udah bikin ribut.”
Sandra yang kesal semakin kesal. Dia melempar Senja dengan bantal, guling dan apapun yang berada di sampingnya. Senja yang kesal juga membalas perbuatan adiknya. Mereka perang bantal saling lempar satu sama lain. Mereka baru berhenti ketika bantal yang mereka lempar mengenai salah satu gelas yang ada di meja dan membuat gelas itu jatuh dan pecah.
“Bersihin!” Ucap Sandra kesal.
Memang Sandra lebih frontal dan agak dominan di banding Senja, meksipun Sandra lebih kecil dari Senja. Senja hanya diam dia tidak mau membersihkan pecahan kaca itu. Dia hanya melotot ke Sandra.
“Matane loh biasa ae.”
Sandra pergi begitu saja meninggalkan Senja. Saat Sandra pergi keluar bahunya tidak sengaja menabrak pintu membuatnya semakin kesal dan memukul pintu kamarnya itu. Seketika Senja mengingat kejadian itu. Yah dia ingat waktu itu memang ada adegan berantem sama Sandra, tapi dia lupa detailnya. Yang jelas di ingatannya, dia merasa menang karena melihat Sandra kesakitan karena tidak sengaja menabrak pintu. Bagi Senja itu karma karena melawan Senja.
“Apa aku emang di takdirin buat kembali ke masa ini ya? Yah aku ingat banget sama situasi ini. Dan oh ya jadi hari ini harusnya aku sama Sandra jalan ke Blitar ya, mau ke pantai.” Gumamnya.
Tidak lama Sandra kembali, dia menatap Senja masih marah. Mengambil handuk dan keluar tanpa berkata apapun.
“Kalau gak jadi ke Blitar gak apa-apa, tapi yang makam harus jadi.” Teriak Sandra.
Seketika Senja meneteskan air mata. Karena teringat bahwa orang tuanya baru meninggal tahun lalu karena wabah. Dia rindu dengan ibunya. Kemudian pada akhirnya dia yang membersihkan serpihan gelas yang pecah itu dan mulai bersiap-siap untuk ke makam ibunya.
***
Di makam.
Senja dan Sandra mendoakan ibunya. Mereka berdoa masing-masing dalam hening. Cukup lama mereka berada disana sekitar 1 jam karena semenjak ibunya dikuburkan mereka tidak pernah ke makam karena sangat tidak di sarankan terlebih meningganya karena masa wabah itu. Dan baru kali ini mereka berani ke makam karena sudah masa menuju normal setelah pandemi. Mereka harus membersihkan makam ibunya yang ditumbuhi banyak rumput liar.
“Mbak maaf.” Ucap Sandra duluan.
Senja ingat detail ini, karena dia lagi-lagi merasa lebih menang. Namun dia juga merasa bersalah sama Sandra karena memarahinya karena hal sepele. Mereka pun saling memaafkan dan jadi pergi ke pantai di Blitar. Mereka belum pernah pergi kesana, hanya berbekal google maps.
Salah jalan, kelewatan jalan adalah hal yang biasa. Namun pada akhirnya mereka juga melakukan hal yang lebih tepat di lakukan karena memang lebih efektif. Mereka bertanya kepada orang yang sekiranya tinggal di sekitaran sana. Malah perjalanannya semakin singkat.
“Jatokno lak takok kat maeng mba, beh mubeng-mubeng guak bensin hahaha” Sandra dan Senja tertawa selama perjalanan.
Sampainya di pantai sekitar jam 11, sudah hampir tengah hari. Di pantai masih sepi pengunjung. Hanya ada beberapa 7 orang disana sudah termasuk Sandra dan Senja. Sehingga liburan kali ini terasa seperti privat. Sandra langsung berlari kecil menuju bibir pantai. Melepas sepatunya, bermain air dan bermain pasir. Sedangkan Senja lebih senang duduk di bawah pohon sambil menikmati suara deru ombak. Menikmati udara pantai yang khas bau pantai.
Selama menikmati semilir angin dan suara deburan ombak. Senja mencoba memahami situasi yang dia alami. Mimpi tadi sangat terasa nyata. Namun ada satu hal yang membuatnya merasa ini janggal. Jika dia bisa, dia akan merubah sejarah. Lalu, kalau dia diam saja, apa dia harus menerima kesialan kesialan yang sebenarnya bisa di hindari karena terkadang dia mengingat beberapa kejadian sial yang dialami tanpa dia sadari, seperti penglihatan.
“Masak aku bisa merubah sejarah? Haha lucu juga, tapi ya serem sih. Kalau nanti akhirnya aku gak sama bang Langit gimana?” Gumamnya.
“Tapi kayaknya gak bisa deh aku merubah sejarah. Buktinya kemarin pas mau bilangin Sandra yang mau tersadung batu juga gagal.Tapi kan ada peluang aku bisa merubah sejarah kan? Gak tau lah! ” Lanjutnya frustasi.