Hari hari berlalu seperti biasanya. Langit lebih sering mengomentari dan menyukai apapun yang di posting oleh Senja, baik di instagram maupun whatsapp. Semua dia komentari, selama itu juga Langit yang selalu memulai percakapan dan Senja membalas seadanya, meski jauh sekali di lubuk hatinya yang terdalam dia sangat ingin sekali membalas panjang seperti halnya saat mereka pacaran, namun senja masih bisa bersabar dan memang ini bukan saatnya.
Senja masih tidak percaya dengan apa yang terjadi belakangan ini, dan hal itu ternyata berulang. Senja bergerak sendiri tanpa dia sadari. Karena sudah kejadian berkali-kali jadi dia tidak begitu kaget jika hal itu terjadi hanya saja setelah itu dia merasa linglung.
“Gin, besok kita jalan-jalan di CFD depan yuk cari camilan.”
“Siap boskuh besok jam 6 aku tunggu di mess ya.”
“Oke.”
Senja merasa lelah dengan segala sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, sering merasa linglung, membuatnya tidak begitu mengingat apa yang terjadi, dia hanya bisa menikmati masa-masa bersama Langit setelah dia linglung. Dia sudah mulai menyerah, baginya itu sudah cukup. Dia berjanji berusaha sekeras mungkin mengikuti alur di masa lalunya. Meski kadang perasaan tidak terkontrol dan tingkah laku tidak teduga muncul tiba-tiba.
***
Keesokan harinya.
Seperti janji sebelumnya Gina dan Senja akan jalan-jalan di CFD yang kebetulan di daerah tokonya. Jadi setelah mencari camilan dia bisa langsung kembali bekerja. Gina dan Senja datang terlalu pagi jadi masih sepi pengunjung dan juga beberapa penjual juga masih bersiap.
“Masih banyak yang siap-siap Ja.”
Tidak ada jawaban, Gina mengulangi pertanyaanya mungkin saja Senja tidak dengar. Tapi ternyata Senja memang sedang tidak ada disini. Pikirannya begitu berisik, memikirkan hal-hak di luar nalar yang terjadi akhir-akhir ini, mana Senja belum bertemu dengan bayangannya lagi. Harus ada sentuhan fisik untuk mengembalikannya fokusnya. Akhirnya Gina mengelitiki Senja.
“Iii geli Gin.”
“Abis diajak ngobrol diem bae. Kayak orang gila aku ngobrol sendiri.”
“Hehe maaf ya, eh tuh ada takoyaki aku mau beli lah.”
“Woy bisa bisanya yak langsung nyelonong gitu aja. Tungguin.”
Senja sebenarnya tidak begitu ingin membeli itu, tapi dia spontan bilang itu karena malas menanggapi Gina. Seperti sebelum sebelumnya dia sudah sering linglung dan melamun. Tidak terasa tiba-tiba dia sudah melakukan sesuatu atau sedang ngobrol sesuatu seperti ini.
Kok gini gini aja ya, walau masih kesel sama bang Langit karena Oliv, tapi aku kan juga kangen. Kapan ya ketemu lagi? Dan akhir-akhir ini aku gak bisa mengendalikan diri.