Rasanya hampir setiap hari Senja dan Langit berinteraksi meski hanya melalui chat dan juga komentar-komentar di social medianya. Setiap hari ada saja topik yang di bahas dari kegiatan hari-hari bahkan hingga topik berat tentang kehidupan dan sudut pandang. Semua berjalan mulus seakan-akan tidak akan ada halangan, semua terjadi sesuai keinginan Senja. Hingga pada suatu hari Langit mengajak Senja untuk bertemu.
“Pasti nanti dia ngajak Oliv. Kan kemana-mana dia sama Oliv.” Kesalnya.
“Kenapa Ja? Abis senyum-senyum kok manyun. Diapain sih sama Langit ya wahai anak muda?” Gina bertanya.
“Iya, masak Langit mau ngajak ketemuan.”
“Lah?! Bukannya senang kok malah cembeerut. Kan enak bisa ngobrol bareng gitu berasa one step clooossserrr.”
“Malah nyanyi, hah... iya sih tapi nanti dia pasti ajak Oliv. Aku gak suka ada dia, caper gitu orangnya. Mana ihh nempel mulu sama Langit.”
Gina syok, dia tidak menyangka jika Senja bisa berbicara seperti itu, karena yang dia tau Senja tidak begitu pandai memaki orang. Mengumpat saja jarang di dengarnya. Senja merasa terganggu dengan ekspresi Gina semakin membuatnya kesal.
“Gak gak! Ja sejak kenal Langit kok sekarang jadi semakin berani gitu ya. Bahkan tadi...”
Masa bodoh lah, buat apa di sembunyiin. Lepasin aja toh apa yang untukku nantinya tetap untukku. Kan aku dari masa depan. Jadi sekarang bisa dong ngapain aja. Senja hanya memasang wajah datar.
“Oke oke! Anda menang, udah gak usah sok galak gitu Ja. Kalau emang gak mau kehilangan Langit kenapa gak tembak dia duluan sih Ja. Sekarang banyak cewek yang ugal-ugalan ngejar cowok dan akhirnya di terima. Kamu tuh udah ugal-ugalan sekarang, gak sih lebih ke gila yaa hahah. Udah tembak aja dulu.”
“Iya ya, apa aku yang nembak duluan?” Senja seperti mendapat pencerahaan yang segar. Itu berati dia bisa memiliki Langit lebih lama dan bisa dengan hak yang jelas memiliki rasa cemburu kepada Oliv, bahkan dia akan bisa menjauhkan Oliv dan Langit sejak dini kan.
“Eh eh gak gak! Udah bener-bener gak waras ya, gak Ja. Udah jangan aneh-aneh oke. Duh mulut.” Ucap Gina memukul mulut nya pelan.
“Oii kalian! Kuy kita istirahat.” Aja Kiki.
Senja dan Gina pun beranjak dari tempat duduknya yang super nyaman, karena bersembunyi di balik etalase yang besar. Sekarang giliran mereka isirahat di mes. Waktunya untuk merasakan tikar empuk yang akan membuat tulang terasa lepas dari tubuh. Selama perjalanan ke mess Gina tidak henti-hentinya mengingatkan supaya Senja tidak melakukan hal itu.
Sepanjang perjalanan Gina mengutuk dirinya sendiri, seharusnya dia tidak bilang seperti itu. Terlebih di keadaan Senja yang tidak stabil. Itu akan menjadi bumerang kalau tidak berjalan lancar.
“Beneran loh Ja, jangan aneh-aneh. Kalau mau ketemu ya ketemu aja please.”
“Kenapa sih? Kalau aku mau ya aku lakuin wlee.” Senje berlari duluan ke mes.
Lagi-lagi tingkah Senja benar-benar di luar nalar, membuat Gina diam seribu kata hingga bengong. Dan bahkan otakknya pun serasa ikut berhenti saking terkejutnya melihat perubahan orang yang awalnya lebih banyak diam jadi aktif seperti ini.
“Tu anak ketempelan apa ya?”
***