Setelah hari itu Langit menghilang tanpa kabar, lenyap begitu saja membuat Senja khawatir. Selain takut terjadi apa-apa dengan Langit, dia juga mulai takut akan ada perubahan di masa depan. Karena dia sama sekali tidak mengingat kejadian Langit menghilang. Yang ada di ingatannya dia masih bisa bertemu terus-terusan dengan Langit bahkan sampai mereka menikah, rasanya semua berjalan mulus tanpa ada halangan kecuali Oliv yang selalu menempel dengan Langit.
Senja gelisah tidak karuan, mana lagi orang yang bisa di ajak berdiskusi dan mengerti keadaanya saat ini tidak pernah muncul dimimpi. Kemana bayangan dirinya itu? Apakah tindakannya bisa merubah sejarah, perasaan taku semakin hari semakin besar saja.
Bahkan tidak ada aktifitas sama sekali di media social Langit dan juga whatsapp Langit. Dia tidak bisa melacak apapun, membuatnya sering uring-uringan dan sering merasa pusing. Tapi Senja tidak putus asa, dia tetap coba menghubungi Langit. Pesannya masuk tapi tidak pernah terbaca.
“Apa ada sesuatu sama Langit ya? Apa karena kejadian kemarin yang aku nekat terus malah merubah sejarah? Gimana nih? Gimana?” Ucapnya.
“Kenapa emang mba? Tetep gak bisa di hubungi? Kabur wi wes entok cewek seng ayune 1000x lipat wii. Makane maleh ngehindar teros. Kurang ayu lah anda. Sadar diri woy.” Sandra tiba-tiba berjalan di sampingnya.
“Kenapa sih kok gitu ngomong, terus kenapa bukannya di tenangin malah di gini in.”
“Pertama kali jatuh cinta dan pertama kali hancur hahaha.”
Menyebalkan sekali Sandra ini. Bukannya mendukung secara emosional malah dia membuat Senja semakin takut. Karena kesal Senja sore itu langsung pergi ke tempat yang biasanya di kunjungi oleh Langit. Ke kafe dekat rumah, taman kota, bahkan ke tempat pasar malam yang biasa di kunjungi untuk melengkapi koleksi fotographynya. Hari itu Senja sibuk sekali mencari keberadaan Langit yang entah dimana?
Satu minggu berlalu masih belum ada kabar dari Langit, media sosialnya mati sama sekali tidak ada postingan. Perasaan bercampur antara sedih dan takut membuat Senja sempat kehilangan arah. Berkali-kali juga dia bengong memikirkan Langit ada dimana sekarang. Selama seminggu itu juga Senja sering terjaga memikirkan keadaan Langit. Namun kemudian dia teringat sesuatu tentang dimana dia bisa betemu bayangannya sendiri. Mengingat tidak ada siapa-siapa lagi yang bisa mendengar dia selain bayangan dirinya di dalam mimpi. Sejak itu dia berusaha tidur lebih awal.
Dua minggu bahkan hingga satu bulan lamanya Langit tidak ada kabar. Dia hilang bak debu yang di tiup hilang tidak terlihat dimana-mana. Tenggelam diantara debu-debu lain yang lalu lalang di sekitar.
“Sabar ya Ja, udah move on, gak usah mikirin Langit lagi ya. Kamu udah gelisah gak karuan satu bulan lebih. Karena gak fokus, kamu juga jadi sering nombok kan habis berapa nih bulan ini sudah Rp. 200.000 buat nombok Ja. Gaji gak seberapa nompok seberapa.” Gina mencoba menasehati sahabatnya yang mulai batu ini. Karena ucapan Gina sama sekali tidak di gubris oleh Senja.
“Kenapa tuh?” Kiki bertanya.
Gina hanya bisa menggeleng dan mengajak Kiki menjauh. Sudah 2 minggu lebih Senja menyendiri di toko. Dia sama sekali tidak ingin di temani, bahkan di ajak ngobrol pun tidak mau. Dia hanya berbicara jika ada perlu dan sesuatu yang genting saja. Pikirannya melayang layang keberbagai kemungkinan yang tidak pasti itu. Dia juga berusaha keras mengingat momen ini. Tapi semakin keras dia berusaha mengingat semakin tidak ingat sama sekali urutan kejadian yang ada di dalam hidupnya. Semakin dia mencari semakin juga rasanya dia berjauhan dengan Langit pikirannya yang kalut membuat Senja tidak karuan, makan jarang, minum jarang, bahkan dia sering meminum obat tidur dengan harapan supaya bisa segera bertemu dengan bayangan dirinya.