Senja Tanpa Langit

Eiiya
Chapter #26

Episode 25

3 hari berlalu begitu saja, tanpa ada percakapan antara Langit dan ayahnya. Langit hanya berbicara apabila ada keperluan saja, selain itu dia memilih diam dan bekerja di dalam kamarnya.

Tok tok tok

“Nak, lagi sibuk gak?” Suara ibu Langit terdengar dari balik pintu kamarnya.

Dengan malas Langit beranjak dari kursinya, membuka pintu kamarnya. Ibu membawakan semangkuk kecil buah semangka yang sudah di potong kecil-kecil lengkap dengan garbunya.

“Aku lagi kerja bu, kenapa?”

“Oh... kamu selesainya kapan? Nih buahnya.”

“Terima kasih, paling nanti 2 jam lagi bu.”

“Oh pas dong jam 12, nanti kita makan siang bareng ya. Kita makan di luar di mie ayam langganan kita.”

“hmm... aku kerja dulu bu.”

Langit menutup pintunya. Berjalan malas menuju meja kerjanya. Meletakkan semangkuk kecil semangka di dekatnya. Dia mulai bekerja lagi, tapi dia tidak bisa berkonsentrasi. Karena ibu mengajaknya makan di luar. Biasanya setelah ibu mengajak Langit makan, ibu akan membicarakan sesuatu yang penting. Sesuatu yang hanya di bicarakan berdua dengan Langit. Dia memprediksi pasti ini tentang perjodohan. Semangatnya untuk bekerja menurun. Dia menutup separuh laptopnya kemudian memakan semangka sambil melamun.

Di dalam renungannya terlintas pikiran bahwa orang tuanya sudah mulai menua. Terlebih ayahnya sudah sering sakit-sakitan. Stamina nya menurun, sering absen bekerja. Sedangkan ibunya, ibu rumah tangga dengan membuka pesanan kue basa kecil-kecilan. Abian adiknya sudah kuliah semester 2, Lora adiknya si bungsu sudah SMA tingkat 2. Dan dia sudah semester 6. Usianya sudah 23 tahun, beruntung dia sudah bekerja dengan gaji yang cukup.

“Ayah mulai sering masuk rumah sakit. Walau biayanya gak semahal bayar sendiri, tapi kan tetep potong gaji karena gak masuk. Abian juga belum dapat kerja, Lora apalagi. Seharusnya, ayah gak menekan aku untuk menikah muda, karena kan aku bisa bantu keuangan keluarga. Bisa bantu biaya kuliah Lora sama Abian kalau mereka emang belum dapat kerjaan.” Kesalnya.

Dalam kesalnya terlintas lagi suatu ingatan. Dimana ibunya pernah bercerita bahwa ayah dan ibu menikah di usia matang 35 tahun. Sekarang mereka sudah berusia 59 tahun. Di usia tua ini, mereka harus bekerja keras menghidupi keluarga, terutama Lora yang masih sekolah SMA tingkat 2. Belum lagi Abian yang juga belum mendapat pekerjaan. Dan keperluan lainnya.

“Apa itu sebabnya ya ayah suruh aku buru-buru menikah? Supaya gak kayak ibuk sama ayah?” Gumamnya.

Tidak terasa sudah pukul 12.00 siang. Jogja begitu terik siang itu. Janji adalah hutang. Langit tetap pergi makan di luar bersama ibunya. Hanya berdua, di rumah masih ada Abian yang menemani ayah. Langit dan ibunya berangkat naik motor. Jarak dari rumah ke penjual mie ayam langganan mereka tidak jauh, hanya menempuh waktu kurang lebih 7 menit. Selama perjalan 7 menit itu tidak ada percakapan sama sekali. Kalau dalam situasi normal ibu pasti sudah mengoceh, selama perjalan mengomentari segala hal yang dia lihat saat di bonceng.

Akhirnya sampai di warung mie ayam langganan mereka. Langit terkejut ramai sekali warung ini. Sudah lama dia tidak makan disini, sekarang banyak sekali perubahan mulai dari meja makan, banner menu bahkan pegawainya semakin banyak.

“Kamu mau mie ayam biasa atau mie ayam sama ceker?” Tanya ibu.

“Ada cekernya sekarang? Wah udah upgrade aja nih warung buk! Mau menu baru!” Ucap Langit bersemangat, seketika napsu makannya meningkat. Terlebih dia melihat di setiap meja masih ada toping tambahan lainya seperti kerupuk kulit, usus goreng, jamur goreng.

Langit langsung mencari tempat duduk yang kosong, kebetulan ada tempat duduk kosong berada di paling pojok. Langit bergegas kesana, karena takut tidak akan mendapat tempat duduk, sedangkan ibunya sudah pergi memesan makanan.

Langit duduk di pojokan sambil mengamati setiap sudut warung. Dia takjub rasa baru sebentar dia meninggalkan Jogja. Tapi perubahan warung ini sudah begitu pesat, dulu waktu awal meja masih berjejer panjang sekali, jadi tidak ada privasi antar satu pengunjung dengan pengujung lain. Sekarang sudah di percah beberapa meja. Belum lagi ada tempat khusus jika ada yang mau makan lesehan.

“wah bisnis kalau di kelola bener ya gini, majunya cepet.” Ucapnya.

Tidak lama ibu datang tersenyum melihat Langit yang terkagum-kagum. Ibu duduk didepan Langit, kemudian mengambil salah usus goreng didepannya. Membuka bungkusnya dan memberikannya ke Langit.

“Nih sambil nunggu pesanan datang.” Ucap Ibunya.

Lihat selengkapnya