Hari demi hari Senja jalani bersama keluarganya. Bersama Lora, Abian, ibu mertuanya dan ayah mertuanya yang ternyata sekarang lumpuh kakinya, yang tidak bisa pergi kemana-mana tanpa bantuan orang Lain. Sesekali Senja, juga jalan-jalan pagi bersama mereka.
Perut Senja semakin membesar. Kini dia mulai bisa menerima kehidupan barunya. Dia ruti pergi ke pskiater untuk berobat serta pergi ke dokter kandungan. Kadang dia pergi bersama ibu mertua, kadang bersama Sandra, kadang bersama Lora dan Abian juga. Senja sangat bersyukur memiliki mereka yang menerima Senja. Bersabar merawat, dan menerima keadaan Senja yang tidak stabil.
Karena selama ini Senja tidak sedang melakukan perjalan waktu. Itu hanya halusinasinya, karena dia sangat terpukul atas kejadian itu. Cinta Senja begitu besar ke Langit. Membuatnya tidak bisa menerima apa yang terjadi. Kini dia mulai ikhlas menjalaninya, sesekali dia pergi ke makam Langit dan mendoakannya.
Hari ini adalah hari pernikahan Sandra. Dimana semua orang berkumpul. Semua riang gembira. Saat ini Senja sudah hamil besar. Jadi dia lebih banyak duduk sambil melihat adiknya tersenyum bahagia di atas pelaminan. Keluarga Langit sudah seperti keluarga sendiri bagi Senja dan Sandra. Mereka juga ikut memeriahkan pesta ini. Tinggal sebagai keluarga mempelai wanita.
Tidak lama ada seseorang yang datang bersama pasangannya. Dia dulu orang yang sempat Senja benci. Namun kini, dia sudah melupakan semuanya. Benar, dia adalah Oliv. Oliv sudah bertunangan, yang bulan dua bulan lagi adalah pernikahannya. Senja tau itu.
“Haii bumil...” Sapa Oliv sambil mengelus perut besar Senja.
“Hai Oliv, cantiknyaa.”
“Aaa jadi malu. Gimana kabarnya, udah lama banget kita gak ketemu langsung. Ini pertama kalinya setelah sekian lama aku sembunyi.”
“Kok sembunyi?” Senja penasaran.
“Lah, kan dulu kita pernah ketemu pas, maaf kamu sakit dulu. Itu kalau ketemu aku. Kamu selalu marah-marah kak. Serius, sampai aku pernah hampir di lempar apa tuh botol minuman. Semenjak itu ya aku Cuma tau kabar dari telepon aja. Baru bulan lalu berani ngobrol via telepon.”
“Iya?? Sampai kayak gitu?” Senja merasa bersalah.
“Iya tanya aja tuh Abian. Ya kan Yan.”
“Betooll”