~Bagaimana pun kamu saya akan terima dengan apa adanya. Karena saya mencintaimu dengan hati~
Pernikahan itu usai. Senja merasa sedikit lega karena perasaan gugupnya kini sudah hilang tak ada lagi ketakutan dihatinya. Walaupun Senja tahu bahwa suaminya tidak menginginkan dirinya dan pernikahan ini. Seusai pernikahan itu, Alaska sama sekali tidak mengajak Senja berbicara atau menoleh sedikit pun pada gadis berkerudung putih itu sama sekali tidak.
Keluarga Handoko berkumpul diruang tamu bersama Senja dan Caca. Namun tak ada Alaska disana. Elvina dan Handoko merasa senang dengan kehadiran Senja dan Caca dirumah itu. Semenjak mengetahui hal yang sebenarnya, keluarga Handoko menerima dengan lapang dada masa lalu Senja. Mereka juga ingin mengangkat Caca sebagai anak mereka.
"Caca nanti tinggal sama Ibu dan Bapak, ya, disini." Ucap Handoko.
"Cama Bunda jugakan, ya?" seru Caca sambil menatap Senja di sampingnya. Caca memang tidak bisa jauh dari Senja. Bagaimana pun, Caca tumbuh ditangan Senja. Bundanya adalah orang satu-satunya yang Caca punya.
"Gak sama Bunda tapi," Elvina merangkul Caca.
Seseorang turun dari tangga. Semua mata menoleh ke seseorang itu yang tak lain adalah Alaska Reyfano. Alaska sedikit pun tidak memandang ke arah Mama dan Papanya termasuk kepada Senja dan Caca. Karena seorang Alaska tidak ingin mempedulikan mereka. Bagi Alaska kedua orang tuanya telah merenggut kebahagiaannya.
Alaska berjalan melewati mereka begitu saja, membuat Handoko menggeram melihat kelakuan anaknya yang satu ini. Senja hanya bisa menduduk ia tidak berani menatap mata elang Alaska yang tajam itu hingga bisa membuat Senja ketakutan.
"Alaska mau kemana kamu?" tegas Handoko.
Alaska memberhentikan langkahnya tepat diruang tamu itu. Tanpa menoleh sedikit pun pada Handoko.
"Pulang!!" jawab Alaska singkat dan terdengar dingin.
"Bawa istri kamu!!" tunjuk Handoko pada Senja. Sedangkan Senja diam dengan jantungnya berpacu lomba. Padahal ia hanya menatap Alaska saja, namun sudah merasakan ketakutan yang luar biasa.
"Dia bukan istri Alaska, tapi istri Arka!!" Alaska masih setia dengan tatapan yang masih lurus ke depan.
Handoko semakin kesal dengan Alaska yang tidak mau menuruti kemauannya. Handoko berdiri dari duduknya. Berjalan mendekati Alaska.
"JAGA MULUT KAMU!!" suara Handoko meninggi. Sama sekali tidak membuat Alaska takut. "DIA ITU ISTRI KAMU ALASKA!!"
Alaska mengepalkan kedua tangannya, kepalanya menoleh pada Papanya. Menatap lelaki tua itu dengan tajam.
"ALASKA TIDAK PERNAH MENGINGINKAN KEHADIRAN DIA DIHIDUP ALASKA!!" jari telunjuk Alaska mengarah pada Senja dan matanya menatap gadis yang tertunduk itu. Wajahnya benar-benar memancarkan kemarahan yang luar biasa.
Elvina diam dengan merangkul Caca dipangkuannya. Caca bingung apa yang sedang terjadi gadis kecil itu hanya bisa menutup wajahnya saat mata elang Alaska melihat sekilas ke arahnya.
"ALASKA, JAGA BICARAMU!!"
Plak...!!!
Satu tamparan mendarat dengan mulus dipipi Alaska. Sedangkan yang ditampar hanya diam, memegang pipinya yang terasa panas. Ah, Alaska tidak mengapa ia sudah biasa mendapat kekerasan dari Handoko.
Alaska tersenyum kecut. Matanya kini menatap Handoko dalam-dalam. Untuk saat ini laki-laki itu terasa muak dengan Handoko.
"Saya sudah biasa dengan tamparan anda!!!" gumam Alaska.
Handoko terdiam, merasa bersalah telah menampar anaknya ini. Padahal sebelumnya Alaska adalah penolongnya.
"Alaska bawa istri kamu pulang." suara Handoko merendah.
Alaska ingin sekali meluahkan kemarahannya. Tapi apalah daya, Alaska tidak bisa melakukan itu didepan Elvina. Mamanya itu adalah wanita yang sangat dicintai oleh Alaska. Ia selalu menjaga perasaan Elvina.
Elvina berdiri berjalan mendekati Alaska setelah menyuruh Caca duduk disebelah Senja. Mata teduh Elvina mampu membuat Alaska menghilangkan kemarahannya.
"Nak, bawa Senja pulang ya,"
"Dia istri kamu sekarang, dan sudah seharusnya kamu bawa dia ke apartemen"
Suara lembut Elvina keluar. Alaska menatap Elvina dengan lembut tak ada tatapan elang lagi disana. Senja terkejut mata Alaska tak setajam tadi saat telah berhadapan dengan Elvina. Laki-laki itu seakan tahu bagaimana bersikap baik kepada Ibunya.
Alaska menghela nafas berat. Permintaan Elvina sama sekali tidak bisa ia tolak. Sedetik kemudian mata Alaska yang tadinya menatap Elvina kini beralih ke Senja.
"Saya tunggu kamu didepan!!!" ucap Alaska pada Senja. Kemudian melangkah keluar menunggu Senja dimotornya.