Senja untuk Alaska

Abell Istari
Chapter #5

#5 Senja untuk Alaska

Cahaya mulai masuk dari celah jendela kamar apartemen milik Alaska. Istrinya itu masih tertidur dengan nyenyak. Perlahan gadis itu membuka mata akibat cahaya yang masuk dan menusuk matanya. Senja mengucek matanya dengan kasar agar penglihatannya lebih jelas.

Pertama kali yang ia lihat adalah Alaska disana, berdiri didepan cermin yang sedang memakai kemejanya namun tidak dikancing melainkan ia biarkan, membuat kaos putih Alaska di dalam terlihat dari depan.

Senja terpelonjak kaget saat jam sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi itu artinya ia sudah meninggalkan waktu subuhnya. Senja bergegas beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Ia tidak ingin terlambat lagi untuk ospek terakhirnya.

Alaska melihat Senja dari cermin. Ia hanya memandang sekilas dan langsung keluar dari kamar tersebut. Alaska sama sekali tak berniat untuk membangunkan istrinya itu. Ya, karena Alaska tidak menginginkan gadis itu.

Tiga puluh menit kemudian Senja keluar dari kamarnya dengan pakaian ospeknya. Senja berniat membuat sarapan untuk Alaska. Tapi saat itu ia lihat Alaska sudah keluar dari apartemen. Rencana untuk membuat makanan untuk Alaska pun sirna begitu saja.

Lelaki itu sama sekali tak memberikan harapan pada Senja. Seolah menganggap bahwa diapartemennya yang ia tinggal tak ada siapa-siapa selain dirinya sendiri.

"Sabar ya Senja, nanti Alaska pasti baik sama kamu." gumam Senja menyemangati dirinya sendiri.

***

Senja berlari menuju gerbang kampusnya, terlihat dari sana mahasiswa baru sudah berlarian masuk ke kampus. Akibat suara toa dari panitia untuk segera berbaris dilapangan. Tentu saja Senja tidak ingin terlambat lagi.

"Senja lo kemana aja?" Naumi tiba-tiba datang dan menarik lengan Senja.

Senja tersenyum lebar. Menyamai langkahnya dengaan Naumi menuju lapangan. "Gak kemana-mana kok."

"Lo kenapa semalem gak dateng? Lo tau gak, gue gak ada temennya, Nja." Naumi bercerita. Ia menderita jika tidak ada Senja. Walaupun baru kenal mereka berdua terlihat sangat akrab seperti dua orang yang sudah lama kenal.

"Maaf ya aku semalem ada acara jadi gak bisa datang." kilah Senja. Tidak mungkin Senja memberitahu Naumi bahwa dirinya itu menikah. Bisa-bisa ia akan dilempar pertanyaan yang bertubi-tubi dari Naumi. Selain ramah, Naumi juga kepo akut.

"Yaudah yuk kita baris."

Naumi mengajak Senja untuk segera berbaris menurut fakultasnya masing-masing. Sebelum panitia ospek kembali marah dibalik toa tersebut.

"Senja lo tau gak?" tanya Naumi yang dibalas gelengan oleh Senja.

"Kata kakak tingkat kita Presma kita itu ganteng banget lohh," ujar Naumi senang disela jalan mereka menuju barisan.

"Hmm." Senja hanya berdehem. Ia sama sekali tidak tertarik dengan presma yang diceritakan oleh Naumi. Baginya ia sudah mempunyai suami dimana dirinya harus bisa menjaga hatinya untuk Alaska. Walaupun Alaska belum bisa menerima dirinya.

Seluruh mahasiswa baru sudah berbaris rapi menurut fakultasnya masing-masing. Acara ospek akan segera dimulai.

Senja dan Naumi berdiri paling belakang, keinginan Naumi untuk melihat wajah presma yang menurutnya sangat tampan itu hilang karena barisan didepan sudah penuh.

"Selamat pagi semuanya." sapa ketua panitia ospek.

"Pagi kak!" jawab mereka semua dengan semangat empat lima.

"Pagi ini kita akan mendengarkan kata sambutan dari Presma kampus kita."

Para mahasiswa sudah histeris melihat seorang lelaki dengan almamater kampus, berjalan menuju atas panggung dengan gagah dan wajahnya yang tenang. Sedangkan Senja ia sama sekali tak berniat untuk melihat laki-laki tersebut, ia hanya ingin menjaga pandangannya.

"Ya Allah Senja!" teriak Naumi sambil memukul Senja dari belakang. Naumi menjijitkan kakinya agar bisa melihat ke atas panggung. Wajahnya berbinar kala bisa melihat sosok presma yang telah membuat kaum hawa berteriak histeris.

"Meleleh adek bang." Naumi semakin gencar dengan omongannya. "Senja lo liat itu presma kita guanteng banget Nja." dan Senja tetap tidak melirik ke atas panggung.

Presiden Mahasiswa itu sudah berdiri diatas panggung dengan mikrofon yang ia pegang. Gagah dan sangat berwibawa, jiwa kepemimpinannya benar-benar terpancar meski wajahnya dingin.

Lihat selengkapnya