≠Lidah memang tak bertulang, karena ayahnya memang tak punya adik
Matahari belum lagi membias. Fajar masih mandam semburat merah jingga. Zeno gelisah. Jiwanya gemuruh mengusir fajar. Belah jiwa yang lain dari dirinya, sekuat tenaga menyeret matahari agar segera bersinar.
Semalaman ia didera rubatosis[1], alias tak bisa tidur. Gelisah yang lahir dari rahim gairah, gairah bahwa esok adalah hari pertama Mapeangba (Masa penerimaan anggota baru). Nama nyeleneh yang dia usulkan pada rapat pembentukan panitia penerimaan anggota baru himpunan mahasiswa pecinta alam MALIKA. MALIKA, Mahasiswa peduLI Kelestarian Alam, nama aneh yang disematkan para pendiri, kurang lebih 9 tahun yang lalu.
Excited Zeno, ketua terpilih Mapeangba, karena hari ini ia akan bertemu dengan 13 mahasiswi peserta Mapeangba dari 35 pendaftar. Bukan hanya bertemu, dia pun telah mengatur acara interview. Tujuh dari 13 mahasiswi baru, akan diwawancarainya. Tujuh mahasiswa yang telah dia seleksi sendiri lewat foto yang menempel di formulir pendaftaran.
Fajar menyingsing. Dengan durasi diatas rata-rata, shalat subuh pun usai ditunaikan. Dua rakaat tercepat di dunia. Zeno pergi mandi, masih dengan kecepatan The Flash. Sebuah habit yang sulit ditanggalkan. Ia pun mulai sibuk mengacak-ngacak lemari bajunya. Sementara Elang, teman kostnya masih dengan ritual dzikir ba’da shalatnya. Ritual yang terusik kegaduhan.
“Heuh...gaduh...gaduh...ngapain sih loh No?”
“Aduh...bantulah hambamu ini Lang.”
“Bantu apaan?”
“Bantu milih baju lah”
“La emang lu mau kemana No?”
“Yeh...pake nanya lagi, ini kan hari pembukaan Mapeangba, masa lu lupa sih?”
“Iye gue inget, tapi itukan jam 9 No, lah ini kan baru jam lima No.”
“Ih...gimana sih loh, gue kan ketuanya, gue harus tampil all out Lang.”
“Norak banget si loh No!”
“Biarin, pokoknya gue mesti tampil impres...im ̶ press, imsepris”
“Impresive No! Imsepris...imsepris.”
“Bodo amat!, ayolah Lang bantuin gue.”
“Hadeuh, tuh.. ehm...planel ijo! cocok buat loh. Pasti bikin lu menarik.” Elang sekenanya.
“Beneran Lang,? ijo yang ini Lang?”
“Iye bener, coba deh lu pake!”
Zeno dengan keceriaan matahari segera mengenakan kemeja planel hijau pilihan Elang.
“Gimana Lang? ok ga?”
“Wuih...sungguh menggugah selera No.”
“Hah, menggugah selera?”
“Iye pake planel ijo lu kaya...ehm apa ya?”
“Kaya apa Lang?”
“Kaya lemper...iye...iye...lemper”