Menghembuskan napas, membuka pintu apartemen dengan perlahan kemudian menutup nya lagi setelah aku masuk. Ku langkahkan kakiku menuju tempat tidur, tubuhku rasanya tidak sabar lagi ingin memanjakan otot-ototnya yang kaku. Benar saja, begitu kasur empuk itu terlihat aku langsung menjatuhkan tubuhku dengan posisi terlungkup. Ku dengar suara Bian dari ambang pintu.
"Dari mana lo?" tanya Bian seraya berjalan ke arahku. Bisa kurasakan Bian duduk di samping tempat aku memanjakan tubuhku. Aku malas menjawab pertanyaan Bian dan bukan Bian namanya kalo tidak mengajukan pertanyaan lain.
"Pasti lo abis dari atap,kan??" kali ini pertanyaannya diikuti dengan jawaban yang sebenarnya dia sudah tau.
"Hmm" gumamku singkat.
"Ja, lo kenal Bisma gak? Dia tinggal di apartemen ini juga, di lantai atas" kata Bian. "Denger-denger nih ya, dia itu pengusaha muda loh padahal masih seumuran kita. Tapi kurang tau sih usaha dia apa"
Aku menampakkan kepalaku, melihat Bian yang juga menatapku. "Lo kenal sama dia?" tanyaku pada Bian.
"Sempet beberapa kali ketemu sih, gue kenalan sama dia di pertemuan kami yang ketiga"
"Kok bisa?" tanyaku dengan penuh rasa penasaran.
"Kok lo kepo sih? Gak biasanya lo gini" tanya Bian penuh selidik.
"Soalnya tadi gue juga kenalan sama dia, dia sih yang ngenalin dirinya ke gue. Gue ya bodo amat" jelasku pada Bian supaya ia tidak penasaran lagi. Tapi yang namanya Bian ya tetap Bian dan bukan Bian namanya kalo hanya mengajukan satu pertanyaan.
"Lo tadi ketemu dia? Kok bisa?" tanyanya bertubi-tubi. Aku memposisikan badanku duduk, diikuti Bian yang terlihat antusias mendengarkan jawabanku atas pertanyaannya.
"Tadi tiba-tiba dia nyamperin gue ke atap. Dia bilang kalo dia beberapa kali liat gue jalan ke atap, dia penasaran aja mangkanya dia mutusin buat ngikutin gue. Keliatannya dia bakal sering ke atap setelah ini"
"Ooh, gitu doang?"
Aku melirik tajam Bian. "Ya" jawabku
"Jangan bilang kalo tadi lo jutekin dia" Bian berkata sambil mengacungkan jari telunjuknya seolah-olah dia akan berbuat sesuatu kalau aku benar-benar bersikap jutek pada Bisma.
Aku melangkahkan kakiku keluar kamar, malas kalau harus mendengar ocehan Bian setelah aku menjawab pertanyannya.
"Eh Senja, kok lo gak jawab sih?" Bian berteriak di posisinya. Aku tetap melanjutkan langkahku yang belum tau mau kemana.
***
Bisma's POV
Aku merasa lapar setelah pulang dari atap bersama gadis yang mengaku bernama Senja. Mungkin aku lapar karna Senja tampak tidak nyaman dengan kehadiranku. Dia terlihat dingin, beberapa jam kami di atap hanya sedikit saja kami mengobrol. Itupun karna aku bertanya padanya, dan dijawab sesingkat mungkin olehnya. Sikap dia yang seperti itu seperti membuatku menemukan tantangan tersendiri untuk mendekatinya. Selama ini aku bisa melakukan dengan mudah untuk membuat wanita nyaman berada di dekatku, tapi tidak dengan Senja. Pertemuanku dengan Senja membangkitkan jiwa adrenalin ku untuk membuatnya jatuh hati padaku.
Ah, sedikit ku lupakan soal Senja. Aku harus mengisi perutku yang meronta-ronta minta di isi sejak tadi. Aku memutuskan untuk mencari makanan di sekitar apartemen, aku malas mengeluarkan mobilku dan memilih untuk berjalan kaki saja. Lagi pula, di perempatan jalan sana biasanya tukang baso sering mangkal bersama Abang tukang sate dan Abang-abang lainnya. Dengan langkah pasti aku keluar dari apartemen.
Selama 15 menit aku berjalan akhirnya kutemukan juga Abang penjual baso di perempatan jalan. Segera aku mempercepat langkahku menuju kesana.