Mrs. John Dashwood kini menasbihkan diri sebagai nyonya rumah di Norland, sementara ibu mertua dan adik-adik iparnya hanya dianggap sebagai pendatang. Namun, mereka diperlakukan dengan cukup baik. Mr. John Dashwood memberi mereka perhatian sebesar yang dia mampu terhadap orang-orang selain dirinya, istrinya, dan anaknya sendiri. Dia meyakinkan ibu dan adik-adiknya—dengan ketulusan ala kadarnya—untuk menganggap Norland sebagai rumah sendiri. Dan, karena Mrs. Dashwood tidak punya rencana untuk meninggalkan Norland ataupun membeli rumah bagi dirinya sendiri dalam waktu dekat, Mrs. Dashwood akhirnya mengiyakan undangan Mr. John Dashwood itu.
Mrs. Dashwood setidaknya bersyukur bisa terus tinggal di rumah yang mengingatkannya akan kenangan-kenangan indah. Kalau beliau sedang ceria, tidak ada yang bisa menandingi keceriaannya ataupun memiliki optimisme terhadap kebahagiaan seperti dirinya. Bahkan, optimisme itu pun sudah menjadi kebahagiaan baginya. Namun, ketika sedang sedih, dia juga akan tenggelam begitu dalamnya, dan sebagaimana kebahagiaannya, kesedihannya pun tidak pernah bisa ditaklukkan.
Mrs. John Dashwood sama sekali tidak terima pada keputusan Mr. John Dashwood tentang adik-adiknya. Mengambil tiga ribu poundsterling dari kekayaan putra kesayangan mereka, sungguh menurunkan harga diri Mr. John Dashwood sampai ke titik terendah. Mrs. John Dashwood meminta suaminya untuk memikirkannya lagi. Bagaimana mungkin dia ingin merampas harta putranya sendiri secara besar-besaran, putra satu-satunya pula? Dan, apakah hak para Miss Dashwood, yang hanya adik tiri Mr. John Dashwood—yang bagi Mrs. John Dashwood berarti sama sekali tidak saling memiliki hubungan apa pun—untuk menerima jumlah sebesar itu? Sudah jelas, tidak mungkin ada kasih sayang di antara saudara-saudara berbeda ayah atau ibu. Mengapa pula Mr. John Dashwood merusak dirinya sendiri dan Harry kecil mereka dengan menyerahkan semua uangnya pada adik-adik tirinya?
“Itu permintaan terakhir ayahku,” ujar Mr. John Dashwood. “Aku harus membantu janda dan putri-putrinya.”
“Aku yakin dia tidak tahu apa yang sedang dia bicarakan; dia mungkin sedang hilang akal saat itu. Kalau dia bisa berpikir jernih, mustahil dia memohon padamu untuk mengambil setengah dari harta anakmu sendiri dan menyerahkannya begitu saja.”
“Dia tidak menyebutkan jumlah tertentu, Fanny sayang; dia hanya memintaku untuk membantu mereka dan membuat mereka lebih nyaman daripada yang bisa dia lakukan. Bahkan mungkin dia tidak berkeberatan kalau aku mengambil keputusan sendiri. Dia tidak mungkin berpikir bahwa aku akan mengabaikan mereka. Tetapi karena dia sudah memintaku berjanji, aku tidak punya pilihan selain berjanji kepadanya; setidaknya itulah yang terlintas di pikiranku saat itu. Sekarang, janji itu sudah dibuat dan harus ditepati. Aku harus melakukan sesuatu sebelum mereka meninggalkan Norland dan menetap di rumah baru.”
“Yah, kalau begitu, mari melakukan sesuatu, tetapi bukan sesuatu yang membutuhkan uang sebesar tiga ribu poundsterling. Pikirkan,” Mrs. John Dashwood menambahkan, “bahwa uang yang sudah diserahkan tidak akan bisa kembali lagi. Adik-adikmu pasti akan menikah. Uang itu pun akan lenyap selamanya. Kalau saja suatu saat uang itu bisa dikembalikan pada putra kecil kita—”
“Memang,” kata sang suami muram, “Itu akan membuat ba nyak sekali perbedaan. Suatu saat nanti, Harry pasti menyesal telah kehilangan jumlah uang sebesar itu. Misalnya saja nanti dia punya keluarga besar, uang itu pasti bisa banyak membantunya.”
“Tentu saja.”
“Kalau begitu, barangkali akan lebih baik bagi kita semua, kalau uang itu dibagi dua. Lima ratus poundstering akan sangat memban tu mereka.”