Senyum Windy

Ramayoga
Chapter #16

Lima Belas

Suara kicauan burung sayup-sayup terdengar. Perlahan, aku membuka mata, dan melihat dari celah ventilasi ruangan, langit sudah mulai membiru. Udara yang dingin dari pendingin ruangan, memaksaku untuk menarik selimut lebih tinggi hingga ke leher, dan saat itu aku melihat Jo sedang meringkuk di dalam sleeping bag. Aku menghela napas, ingin menyelimuti Jo, tapi aku sendiri kedinginan. Akhirnya, aku hanya memandangi Jo sampai dia terbangun, dan kami saling menatap. Lalu, Jo beranjak ke kamar mandi.

Tidak berapa lama, Jo keluar dengan hanya memakai handuk. Lantas mengambil baju kantornya—setelah lulus, Jo bekerja di sebuah tabloit koran, jadi editor atau apalah, dan cowok itu masuk lagi ke kamar mandi.

Selesai bersiap-siap, Jo menghampiriku. "Bisa minta tolong? Tanyanya.

"Apa?"

"Selagi aku di kantor, dan nggak bisa jagain kamu." Ujarnya pelan. "Tolong jangan mencoba untuk bunuh diri. Bisa kan?"

"Sepertinya bisa."

"Bagus." Lalu Jo keluar dari kamar kos.

Selepas Jo pergi, aku mengamati keadaan kamar kosnya. Baju-baju bekas berserakan, buku-buku tergeletak di mana-mana, dan plastik-plastik bekas makanan berhamburan. Kamar ini sedikit lebih rapi dari kandang babi gila.

Maka, aku mulai merapikan sebisanya. Mulai dari merapikan sprei, menyusun buku-buku di raknya, dan menumpuk baju kotor di keranjang. Setelah satu jam, akhirnya aku selesai juga. Lumayan, tingkat kerapian kamar Jo meningkat, dari yang awalnya mirip kandang babi gila, jadi mirip kandang babi.

Namun, terlepas dari keadaannya yang berantakan, setidaknya kos-kosan ini sepi. Aku suka sepi. Aku bisa bersembunyi dengan tenang. Kata Jo, hanya ada sepuluh penghuni, dan sebagian besar di lantai bawah. Karena aku datang malam-malam, malah hampir dini hari—seharusnya, tidak ada yang tahu keberadaanku.

***

Selama tiga hari, aku bersembunyi di kamar kos Jo. Tidak berani keluar. Takut ada yang mengenali, takut bertemu orang-orang, takut ditangkap KPK.

Setiap pagi, sekitar pukul lima, Jo akan bangun dan mandi. Supaya menjadi lebih berguna-setelah menumpang di kos orang, aku berinisiatif untuk membuat sarapan. Mie instan dan teh hangat. Pukul tujuh, Jo berangkat ke kantor.

Begitu Jo pergi, aku akan tiduran lagi, membaca buku, atau menonton TV. Dan setiap kali menghidupkan TV, foto wajahku masih sering ditampilkan di beberapa berita kriminal. Aku mengenali foto-foto itu, diambil dari akun Facebook dan Twitter-ku. Aku ingin menonaktifkan akun-akun sialan itu. Namun, handphone-ku sudah kubuang, dan saat ingin masuk lewat laptop, aku lupa password-nya.

Sesudah frustasi mencoba untuk masuk ke akunku sendiri, akhirnya aku cuma bisa menangis di bawah selimut. Ketika jam makan, aku akan makan sebentar. Setelah itu, lanjut menangis lagi.

***

Hari itu, menjelang pukul enam sore, aku keluar dari gundukan selimut, mengelap air mata, dan membuat teh dengan termos pemanas. Lalu membuat roti bakar. Tidak lama, Jo datang dari kantor.

"Windy? Kamu baik-baik aja kan?" Tanyanya begitu masuk ke kamar. Pertanyaan itu yang nyaris selalu ditanyakan Jo ketika baru pulang.

Aku menatapnya nanar. "Nggak, aku nggak baik-baik aja." Sahutku.

Jo menghela napas. "Maaf, aku nggak bermaksud begitu."

"Terus maksud kamu apa? Kamu khawatir tadi aku pengin bunuh diri lagi kan?"

Lalu hening.

Jo meletakkan bungkusan yang dibawanya. Dan mengambil baju ganti di lemari. Lalu masuk ke kamar mandi.

Aku merasa menyesal karena bersikap menyebalkan. Jadi, saat Jo keluar, aku menghampirinya. Dengan lembut, aku menyentuh punggung tangannya. "Maaf kalau aku menyebalkan." Ujarku sambil menunduk.

Jo tersenyum. "Nggak pa-pa, kalau sama aku, kamu bebas bersikap menyebalkan." Ujarnya.

"Sekali lagi maaf." Ucapku pelan. "Dan, terima kasih Karena selalu ada untukku."

Jo berjalan mengambil sebuah bungkusan yang diletakkan di dekat TV. Lalu mengajakku duduk di sebelahnya, dan memberikan bungkusan itu padaku. "Aku beliin sesuatu buat kamu." Ujarnya.

"Apaan?"

Aku membuka bungkusan itu, dan menemukan tiga baju kaus berwarna putih, dan celana panjang jeans.

"Sudah tiga hari kamu pake baju itu terus." Katanya.

"Kamu beli semua ini buat aku?"

Lihat selengkapnya