Senyumnya Mengubahku

Riyo Arie Pratama
Chapter #1

Kita Bertemu

Pagi itu, matahari bersinar cerah di langit biru tanpa awan. Di sebuah kafe kecil di sudut kota, Tama sedang duduk di sudut ruangan dengan secangkir kopi hitam di depan laptopnya. Suara musik jazz yang lembut mengisi udara, menciptakan suasana tenang yang selalu ia cari. Tama adalah seorang introvert yang lebih suka menghabiskan waktu sendirian, tenggelam dalam pikirannya atau dalam buku-buku yang selalu menemani.

Sejak kecil, Tama memang cenderung pendiam dan tertutup. Di sekolah, ia lebih sering terlihat sendirian di perpustakaan daripada bermain dengan teman-teman sebayanya. Ia menyukai kedamaian dan ketenangan, sesuatu yang sulit ia temukan di keramaian. Kini, di usia dua puluh lima, kebiasaan itu tetap melekat. Tama bekerja sebagai penulis lepas, profesi yang memungkinkan dirinya tetap berada di zona nyaman tanpa harus berinteraksi terlalu banyak dengan orang lain.

 Hari itu, kafe tempat Tama biasa bekerja sedang lebih ramai dari biasanya. Tampaknya ada acara yang menarik banyak pengunjung. Tama sedikit terganggu, tapi ia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaannya. Di tengah usahanya untuk berkonsentrasi, tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras dari arah depan kafe.

 "Halo gaes, ada yang mau bantuin aku?" teriak seorang wanita dengan suara yang penuh semangat, tapi terdengar sedikit kaku.

 Tama mengangkat kepalanya dan melihat seorang wanita berdiri di dekat pintu masuk kafe. Dia terlihat berbeda dari kebanyakan orang yang ada di sana. Rambutnya hitam panjang, diikat dengan gaya yang sederhana tapi rapi. Wajahnya cantik, namun ekspresinya terkesan judes dan cuek. Wanita itu mengenakan jaket kulit hitam dan celana jeans, tampak seperti seseorang yang tak terlalu peduli dengan pendapat orang lain tentang penampilannya.

 "Kamu siapa? Kenapa tiba-tiba minta bantuan?" tanya seorang pria dari meja sebelah, dengan nada sedikit heran.

 Wanita itu tersenyum tipis, tapi masih dengan ekspresi yang sama. "Namaku Siska. Aku baru saja pindah ke kota ini dan aku butuh bantuan untuk mencari alamat. Apakah ada yang bisa membantu?"

 Tidak ada yang menjawab. Kebanyakan orang di kafe itu sibuk dengan urusan mereka sendiri, atau mungkin terlalu terkejut dengan cara Siska yang langsung dan to the point. Tama memperhatikan situasi itu dengan seksama. Ada sesuatu tentang Siska yang menarik perhatiannya, sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak.

 "Aku bisa membantu," kata Tama akhirnya, memutuskan untuk mencoba sesuatu yang di luar kebiasaannya. Ia menutup laptopnya dan berdiri.

 Siska menoleh dan melihat Tama dengan tatapan yang tajam namun penuh rasa ingin tahu. "Terima kasih," katanya singkat.

 Tama berjalan mendekat dan berdiri di depan Siska. "Alamat apa yang kamu cari?" tanyanya.

 Siska mengeluarkan selembar kertas dari sakunya dan menyerahkannya kepada Tama. "Ini. Aku harus bertemu seseorang di alamat ini, tapi aku tersesat dan nggak tahu arah."

 Tama melihat alamat itu sejenak. "Ini nggak jauh dari sini. Aku bisa mengantarmu kalau kamu mau."

 Siska mengangguk. "Boleh juga. Makasih ya."

 Mereka berdua keluar dari kafe dan mulai berjalan menyusuri jalanan kota. Sepanjang perjalanan, Tama dan Siska tidak banyak bicara. Tama merasa sedikit canggung, tapi Siska tampaknya tidak peduli dengan keheningan yang ada di antara mereka.

 "Aku nggak biasa minta bantuan orang lain," kata Siska tiba-tiba, memecah keheningan. "Tapi hari ini benar-benar kacau."

 Tama tersenyum tipis. "Nggak apa-apa. Aku juga nggak biasa bantu orang asing, tapi hari ini sepertinya berbeda."

 Siska tertawa kecil. "Kamu selalu di kafe itu?"

 "Ya, itu tempat favoritku untuk bekerja. Aku penulis lepas," jawab Tama.

 "Oh, penulis ya? Menarik," kata Siska, dengan nada yang sedikit lebih hangat. "Aku sendiri baru saja pindah ke sini untuk kerja. Masih adaptasi."

 Tama mengangguk. "Kota ini cukup menyenangkan, tapi memang butuh waktu untuk beradaptasi."

 Ketika mereka tiba di alamat yang dicari, Siska berhenti dan menatap Tama. "Terima kasih sudah mengantarku. Aku nggak tahu apa yang akan kulakukan tanpa bantuanmu."

 "Senang bisa membantu," jawab Tama dengan jujur. "Semoga harimu menyenangkan."

 Siska tersenyum lagi, kali ini dengan ekspresi yang lebih lembut. "Kamu juga, Tama. Sampai jumpa lagi."

 Tama hanya mengangguk dan berbalik, kembali ke kafe. Sepanjang jalan, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Pertemuan singkat dengan Siska telah mengguncang rutinitasnya, dan entah kenapa, ia merasa senang.

 Setelah kembali ke kafe, Tama mencoba kembali fokus pada pekerjaannya, tapi pikirannya terus saja kembali pada Siska. Wanita yang tampak judes dan cuek itu ternyata memiliki sisi lain yang menarik, dan Tama merasa penasaran untuk mengenalnya lebih jauh. Mungkin, pertemuan tak terduga ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bisa mengubah hidupnya.

 Di hari-hari berikutnya, Tama terus datang ke kafe itu dengan harapan bisa bertemu lagi dengan Siska. Namun, beberapa hari berlalu tanpa ada tanda-tanda kehadirannya. Tama mulai merasa kecewa, tapi ia tahu bahwa kesempatan untuk bertemu lagi masih ada. Dia hanya perlu bersabar dan tetap membuka diri untuk kemungkinan yang ada.

Lihat selengkapnya