Separuh Jiwa

Tazkia Irsyad
Chapter #1

Pertemuan yang Digariskan Oleh Takdir

Halo, jurnal ke-3! Karena jurnal sebelumnya sudah habis kutulis, kini giliranmu untuk menerima semua kisah yang akan kutumpahkan kedepannya. 

Aku punya berita besar. Namun, berhubung kamu adalah jurnal baru, kurasa aku harus menuliskan lagi rahasiaku di sini, supaya kamu tidak kebingungan dengan ceritaku nanti. 

Seperti yang pernah kutuliskan di jurnal pendahulumu, aku diam-diam memiliki kemampuan yang tak seorang pun tahu. Aku bisa melihat ikatan yang menghubungkan separuh jiwa seseorang dengan separuhnya lagi—atau yah, setidaknya itu yang aku asumsikan selama ini. 

Kenapa berasumsi seperti itu, tanyamu? Berdasarkan hasil observasiku, setiap orang yang terhubung oleh benang unik—yang hanya bisa dilihat olehku ini—punya hubungan spesial. 

Seperti magnet, mereka pasti akan bertemu bahkan dalam ketidaksengajaan sekalipun, seakan-akan dua jiwa yang terpisah itu selalu mencari satu sama lain tanpa disadari sekalipun. Sifat dua orang itu pun selalu mirip. Makanya, biasanya tidak akan susah bagi dua orang yang terhubung untuk memahami satu sama lain. 

Kenapa yakin sekali bahwa ikatan itu berarti menghubungkan dua belah jiwa yang terpisah? Oh ayolah, bukankah ide itu terdengar romantis? Mirip dengan mitologi tentang benang merah di kelingking yang terhubung dengan orang yang ditakdirkan untukmu. 

Lagipula, penjelasan apa lagi yang bisa kau berikan untuk menafsirkan kemampuanku yang bisa melihat hal serupa? Benang yang kulihat memang tidak berwarna merah, tetapi bening dengan kilauan yang indah bagai berlian. Letaknya juga bukan di kelingking, tapi dari tempat jantung berada ke jantung orang lain yang terhubung dengannya. 

Meski tidak bisa dibuktikan dengan pasti, aku sendiri percaya bahwa benang itu adalah penghubung dua bagian jiwa yang sama, tapi terpisah di dua tubuh manusia berbeda. Kalau kau kurang suka dengan kesimpulan sepihak itu, anggap saja bahwa mereka setidaknya memang ditakdirkan untuk bertemu dan berdampak pada hidup satu sama lain. 

Sepanjang yang kuingat, aku sudah bisa melihat benang itu sejak kecil. Awalnya kukira itu hal yang normal, sampai kusadari bahwa tidak ada lagi yang bisa melihatnya sepertiku. Aku melihatnya di antara teman SD-ku dengan anak cowok yang disukainya, atau di antara tanteku dengan anak perempuannya, atau bahkan di antara sepasang anak kembar. 

Oh, ya! Ini juga yang menarik, ikatan benang itu ternyata tidak hanya terbatas pada pasangan romantis. Aku sudah terbiasa melihat benang itu mengikat jiwa orang tua dengan anaknya, seorang kakak dengan adik, atau bahkan sepasang sahabat yang tak pernah berakhir dalam hubungan romantis. 

Lihat selengkapnya