Menoreh Luka di Hati

Handi Yawan
Chapter #3

Cinta Pertama

"Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya." (QS. Al-Hijr: 39)

Namanya, Eva Maulida

Break.....break..... 

Break... break...

Apa bisa dicopy...

Rojeeerrrr....

Terdengar suara si RT “ketok pintu” mau ikutan ngbrik.

“Dicopy,” Jawabku. “RT kemana saja. Jadi RT kok ngilang melulu?”

“Sengaja menghilang” Jawab RT di ujung sana. “Biar si Duran-duran gaul dikit dan ngobrolnya gak sama gue melulu …”

Aku terkekeh saja mendengar komplain si RT.

Aku cepat akrab dengan si RT yang nama aslinya Heru. Dia urakan dan penampilannya seratus persen rocker. Pupil hidung sebelah kirinya ditindik dengan cincin berwarna perak.

Bahkan dari gelagat mata yang selalu merah dan bicaranya kelu mudah terbaca Heru adalah pemuda pecandu dan peminum.

Tapi kata Tante Wida, Heru sedang dalam masa rehabilitasi, sehingga orang tua Heru senang melihat keakraban ia denganku supaya Heru lepas dari pergaulan dengan teman-teman yang memiliki kecenderungan berperilaku tidak baik.

Heru paling memfavoritkan grup band Rolling Stone. Di kamarnya terpasang poster-poster Mick Jagger dan logo lidah yang terkenal itu. Beda dengan diriku yang penggemar Yes, grup Band rock progresiv. Sedangkan nama Duran-duran kupilih supaya lebih familier.

Selain itu Aku mudah masuk sebagai teman Heru karena sesama penggemar Van Hallen, Genesis, Judas Priest, The Police, dan lain-lain sehingga cocok. Malah dengan Heru pertama kenal, kami sudah saling tukaran koleksi-koleksi kaset.

Tiba-tiba, “Brik, brik… dicopy, ganti!“ Terdengar suara cewek dari ujung sana. Aku mengenali suara Putri Diana. “ RT! ada Way-El minta tolong. Jalur putus .... gitu ganti!

“Roger, dicopy… Siapa, gitu ganti?” Tanya RT

“Gadis Malvinas, ganti” Jawab Putri Diana “… gimana dong?”

“Tenang, jangan kuatir, gitu ganti. Dolar masih 2000 an.”

“Apa?” Ujar Putri Diana tidak mengerti hubunganya omongan si RT antara jalur putus ke Gadis Malvinas dengan mata uang dolar?

“Gak kedengeran. Coba Semut Hitamnya dikecilin, gitu ganti…!” Pinta Putri Diana yang protes ke si RT karena lagu semut hitamnya Godbless terlalu keras diperdengarkan.

Memang, si RT sering gak tahu diri, nyetel radionya kenceng-kenceng sehingga masuk jalur.

“Iya nanti patroli ke sana,” Tukas RT. “Kita cari tahu di mana kabelnya yang putus.”

Setelah mendengar janji si RT barulah Putri Diana puas.

“Tadi ada suara Duran-duran, ke mana ya? Gitu, ganti !” Tanya Putri Diana.

“Dicopy, Aku masih di sini…” Jawabku sambil menekan tombol On perangkat interkom.

“Roger, dicopy, ” Sahut Putri Diana girang ternyata aku masih mengudara. “Duran-duran ada salam dari Adiknya Gadis Malvinas…”

Aku tersenyum geli. Dari gesture Diana, Aku tahu Diana naksir padaku. Tapi aku ogah, karena Dia masih anak kelas 3 SMP. Kali ini malah dia mempromosikan yang lain.

“Siapa… Aida?” Tanyaku. Walaupun dia anak kelas 1 SMA, tetapi kan Aku sudah kenal Aida … ?”

“Bukan!” Tukas Diana. “… ini adiknya Kak Aida.”

Wah ternyata Dina banyak Adik, pikirku. Tapi Aku sudah tahu Dina dan Aida, pasti adiknya yang satu ini juga sama biasa saja.

Tiba-tiba si RT menyela. “Brik, brik….!”

“Ran, Aku mau patroli jalur ke rumah Gadis Malvinas di asrama kidul Temani aku ya!” Ajak si RT.

“Dicopy, roger!” Jawabku sigap menanggapi ajakan si RT. Kuputuskan ikut si RT, karena gak enak membiarkannya patroli sendiri.

Kemudian Aku bergegas mematikan tombol power interkom, lalu kutinggalkan kamar

Tiba di luar tidak membutuhkan waktu lama, si RT sudah nongol karena rumahnya masih berada di asrama yang sama, hanya di bagian dalam.

Intercom sebenarnya adalah alat komunikasi antar ruangan yang dihubungkan oleh kabel. Dan agar bisa dimanfaatkan sebagai media komunikasi dengan banyak orang dalam satu lingkungan maka kabel interkom pun berseliweran dari rumah ke rumah. 

Satu RT bisa terhubung dalam satu jaringan kabel. Lalu RT sebelah bila ikutan nyambung bisa dibayangkan .... demikian seterusnya sampai akhirnya kabel interkom dengan beberapa jalur membelit-belit dengan rumit antar RW.

Heru adalah RT di komunitas interkom dan dia pula yang selalu diminta tolong untuk urusan narik-narik kabel untuk pasang baru interkom.

Bila ada kesulitan setiap orang bisa minta tolong ke Heru sehinga dia pantas jadi RT di komunitas.

Interkom yang kupakai ini adalah milik Yudha dan juga adalah hasil rakitan si Heru.

Kami harus buru-buru menemukan masalah pada interkom milik Dina, karena cuaca mulai gelap menjelang datang waktu magrib.

Kami mulai menyusur jalur kabel sejak dari Pangumbahan [1], di belakang kantor Benglap hingga meniti tepi-tepi selokan yang becek dan rimbun oleh alang-alang.

Setelah melewati bagian belakang kantor Benglap, belum kami temui jalur yang putus. Sekarang tanah lapang sepanjang jalan siliwangi pun telah kami lewati, namun tetap belum kami temukan kabel yang putus.

Akhirnya tiba di rumah Dina, Kami tidak juga menemukan jalur yang terputus.

Ketika itu Diana sedang menyongsong kedatangan Kami. Ia berdiri di depan rumah Dina bersama seorang cewek yang cantik luar biasa sampai jantungku berdebar-debar memandangnya …

“Duran-duran, kenalkan, ini Eva …” Ujar gadis remaja si tukang tebar pesona ini. “Dia adiknya Kak Aida.”

Dina dan Aida sendiri tidak terlihat ada di sana, dan Heru tampaknya maklum melihat Aku lebih tertarik bicara dengan Diana dan Eva. Lalu Heru meninggalkan Aku di luar, sementara Ia sendiri pergi menyusur ke belakang rumah Gadis Malvinas untuk melanjutkan memeriksa jalur kabel.

Amboi, tidak disangka, ternyata adiknya Dina dan Aida ini cantik sekali! Aku dibuat terpesona oleh paras wajah gadis remaja ini.

Sepasang bola mata Eva bulat dan indah menatap tajam padaku. Senyumnya manis sehingga membuat Aku salah tingkah.

Eva berkulit kuning langsat dan bersih, tidak seperti Dina dan Aida yang berkulit gelap.

Tetapi gadis remaja seumur Diana ini tampak malu-malu sehingga buru-buru menarik tangannya ketika kami saling berjabat tangan.

Sejujurnya harus kuakui, Aku telah jatuh cinta kepada Eva pada pandangan pertama ini.

Selama ini dia kemana saja? Kok, baru kali ini aku melihatnya.

Lalu belakangan aku tahu nama lengkapnya adalah Eva Maulida …

***

Keesokan harinya, aku berangkat ke tempat kerja berjalan kaki seperti biasa. Langkah kakiku tidak tergesa-gesa karena dari rumah ke kantor dekat.

Ketika hampir tiba berada di depan rumah Eva, aku melihat Eva datang dari arah Barak 2 membawa sesuatu di tangannya. Ia telah mengenakkan seragam sekolah putih-biru dengan rambut dikuncir ekor kuda.

Aku melihat Eva terkejut menyadari kehadiranku. Lalu Ia bergegas mempercepat langkahnya menyebrang jalan dan berlari kecil masuk ke rumahnya. Rupanya Ia malu bertemu denganku.

Aku tersenyum dalam hati dan memaklumi sikapnya karena kenyataannya Eva masih remaja.

Lalu Aku melanjutkan langkah kaki menuju Kantor.

***

Di kantor aku diminta tolong oleh Kang Sobarna mengetikan sebuah surat. Kang Sobarna adalah mentorku.

Ketika di SMA, aku pernah mendapatkan mata pelajaran mengetik dengan memfungsikan dua belas jari. Walaupun aku bukan termasuk murid yang menguasai, namun bersyukur ternyata sekarang pelajaran itu berguna.

Aku mengetikan kalimat yang diucapkan oleh Kang Sobarna sementara Ia berdiri di samping meneliti hasil kerjaanku.

Pada saat itu Kang Nano orang bagian Umum datang. Ia sering kebagian kerjaan membuat sit stensil proyek-proyek HTI, seperti saat ini. Kang Nano yang bawel membawakan beberapa rim hasil pekerjaannya untuk diserahkan kepada Kang Sobarna.

“Bar, sekali-kali Aku ngerasain duit HTI dong…” Sindir Kang Nano sambil metelakkan hasil stensilan itu di atas meja Kang Sobarna. “Gak usah yang mahal-mahal, cukup makan di warung Ibu Sopiah lah.”

Antara Kang Sobarna dan Kang Nano memang akrab, sehingga sindiran-sindiran Kang Nano tidak pernah membuat Kang Sobarna marah, malah dibuat menjadi candaan saja.

“Sembarangan!” Sahut Kang Obar. “Sirik saja Loe …”

Aku tahu diri sebagai anak baru sehingga tidak menganggap serius adu mulut mereka, lagipula Aku tidak tahu sejarahnya mengapa Kang Nano terlihat iri kepada jabatan Kang Sobarna.

Pada saat itu Pak Kepala Tata Usaha datang dan bertanya ke Kang Sobarna.

Kepala Tata Usaha adalah Pimpinan di lingkungan Kantor KPH, sedangkan Pimpinan tertinggi di KPH yang sekaligus membawahi wilayah hutan di Kabupaten Purwakarta adalah Administratur.

“Obar, mana Yusuf?” Tanya Pak KTU. “Panggil dia, aku tunggu kalian di ruanganku sekarang.”

“Baik Pak!” Sahut Kang Sobarna.

Bergegas Kang Obar pergi ke luar mencari Pak Yusuf, sementara surat ini tetap kukerjakan supaya cepat selesai. Akhirnya Kang Nano sendiri pergi.

Tetapi tidak lama kemudian setelah berlalu beberapa puluh menit, Kang Sobarna datang bersama Pak Yusuf.

Kang Sobarna tidak banyak bicara Ia pergi ke mejanya di belakang mejaku. Tetapi justru Pak Yusuf yang datang menemuiku.

Aku pernah mendengar rumor bahwa Kang Sobarna jabatannya akan diganti akibat salah urus mengelola administrasi HTI.

Berita ini kudengar dari Kang Nano yang sering mengeluh dan menyindir Kang Sobarna yang selalu berpenampilan perlente dan boros.

“Yi,” Ujar Pak Yusuf kepadaku. “Mulai sekarang Akang menggantikan Sobarna.”

Oh, ternyata rumor itu kini terbukti. Dan sebagai anak bawang, tentu saja Aku ikut saja perubahan ini.

“Tadi Pak KTU minta segera dilaporkan pengajuan dana HTI untuk bulan depan,” Kata Pak Yusuf. “Mulai sekarang akan Akang ajarkan membuat RAB bulanan HTI.”

Girang juga Aku mendengar hal ini. Sebelumnya pekerjaan itu dilakukan oleh Kang Sobarna sendiri. Selama ini Aku hanya mengerjakan adminsitrasi ringan seperti mengetikkan surat atau mengisi kartu-kartu Jurnal Harian proyek HTI.

HTI adalah singkatan dari Hutan Tanaman Industri yang merupakan proyek Perum Perhutani dalam rangka penanaman pohon-pohon jenis industri yang danannya di biayai oleh Asian Development Bank.

RAB ini bila sudah ditanda-tangan oleh KTU dan Administratur akan diantar olehku ke kantor Unit Perum Perhutani di Bandung. Dan itu kesempatan aku bisa mampir pulang ke rumah orang tuaku. Apalagi bila ada dinas ke Bandung di hari sabtu, maka aku bisa menginap di Bandung dan barulah minggu sore kembali ke Purwakarta.

Lalu saat itupula Aku ikuti instruksi Pak Yusuf untuk mulai mengerjakan RAB. Pak Yusuf memberiku sejilid buku RAB tahunan ukuran A4. Semula buku RAB ini hanya jadi buku yang sekedar kulihat-lihat saja tetapi tidak mengerti fungsinya?

Dari itupula aku tahu, rupanya Pak Yusuf awalnya juga termasuk team penyusun RAB HTI.

“Nanti Ayi akan bisa menyusun sendiri RAB tahunan pula,” Kata Pak Yusuf. “Tetapi sekarang dari RAB tahunan ini buat saja dulu rekapitulasi bulanannya.”

Aku menilai Pak Yusuf lebih fair, Ia mau mengajarkan Aku membuat pekerjaan yang penting seperti ini.

Lalu Aku ambil beberapa lembar kertas blanko ukuran A3 yang sesuai peruntukannya dari atas lemari tempat penyimpanan kertas-kertas blanko.

Setelah itu Aku mengambil tempat duduk di depan mesin tik yang ukuran gandarannya paling panjang yang terletak di atas sebuah meja yang berada persis di depan mejaku sendiri.

Kemudian tiga lembar blanko itu kuselipkan pada gandaran mesin tik. Setelah blanko kertas terpasang dan meluruskannya antara ujung atas dan bawah, dan mengatur margin kiri-atas-kanan-bawah, lalu kuatur spasi. Setelah itu barulah kutaruh kertas-kertas karbon di antara 3 lembar blanko.

Penggandaan dokumen dilakukan dengan menggunakan kertas karbon. Kertas karbon yang berwarna hitam akan ditempatkan di tengah-tengah antara kertas pertama dan kertas ke dua.

Setelah rapih menaruh kertas-kertas karbon barulah kuputar rol gandaran mesin tik.

Rrrrt …. terdengar suara rol mesin tik yang kuputar dengan tangan kanan.

Tak, tik, tuk …

Lihat selengkapnya