SEPASANG BAYANGAN

Genoveva Dian Uning
Chapter #1

PROLOG

“Janji, ya!”

Sasti menaikkan jari kelingkingnya yang mungil ke udara. Air matanya merebak memenuhi permukaan, tetapi susah payah ditahannya.


Garuda membalas dengan ikut mengacungkan jari kelingking.


“He-em, aku janji!” seru Garuda dengan suara kanak-kanaknya. Sebenarnya dia ingin menangis, tetapi bukankah ayahnya sering bilang bahwa air mata lelaki itu harus mahal, sehingga tidak boleh sembarangan keluar.


Sasti mendekat. Jari kelingkingnya yang tadi teracung sudah diturunkannya. Kini jari kelingking mungil itu terkait di jari kelingking Garuda.


“Kalau besar nanti mau apa, Ga?”


“Mau kembali ke sini buat kamu.”


“Ayo nulis-nulis di pohon itu!”


Sasti menunjuk pohon mahoni yang tumbuh di pinggir jalanan kampung. Di dahan pohon besar itu banyak sekali tulisan diukir dengan silet atau pisau. Barangkali penulisnya bermaksud mengabadikan peristiwa penting atau nama kekasihnya.


“Aku tulis namamu lalu kamu tulis namaku, mau?” tanya Sasti setengah merajuk.


Garuda mengangguk. Diterimanya sebuah pisau dapur dari tangan Sasti.


“Ini pisau ibumu?”


Sasti mengangguk. “Tapi udah enggak tajam. Pisau itu diberikan Ibu ke aku buat mainan pasar-pasaran sama kamu.”


Dua anak berusia masing-masing delapan tahun itu tertawa. Mereka lantas menuliskan nama dan mengambar daun waru untuk membingkainya.


“Papua itu jauh, ‘kan? Letaknya paling ujung timur Indonesia, katanya. Perlu melewati banyak lautan luas dan pulau di negara kita. Kalau kamu berangkat besok pagi, sampainya kapan?” Sasti mulai merasa was-was.


Garuda menghela napas lalu mengangguk. “Kata Ayah, kalau naik kapal laut bisa seminggu baru sampai, Sas. Kalau pesawat, mungkin satu hari aja.”


“Oooh.”


Hanya kata ‘oh’ keluar dari mulut Sasti. Entah mengapa, hari itu terasa agak tidak enak. Dari tadi dada Sasti berdebar-debar tetapi entah karena apa.


Hujan turun rintik-rintik untuk pertama kalinya di bulan Oktober. Aroma petrikor begitu khas. Dua anak berlainan jenis itu menjadi semringah.


“Kalau deras, main-main dulu, yuk? Pulangnya nanti aja!” ajak Garuda sambil menarik-narik tangan Sasti.


Yang diajak tertawa gembira. Sambil melompat-lompat, rok gadis kecil itu ikut melambai diterpa angin.


“Hujan-hujan datanglah! Kami mau main perosotan di bawah talang!” teriak Sasti sambil menengadah.

Lihat selengkapnya