SEPASANG BAYANGAN

Genoveva Dian Uning
Chapter #5

Pulang ke Kotamu

Inilah saat yang ditunggu-tunggu. Pemberitahuan mengenai liburan semesteran adalah satu-satunya hal yang mampu mencerahkan pikiran setelah sekian lama berkutat dengan kuliah.

Garuda mengemasi beberapa potong pakaian ke dalam tas ransel. Tak lupa laptop dan beberapa buku kesukaannya. Dia sangat antusias pada liburan semester kali ini. Mengapa? Karena ibunya menjanjikan sesuatu yang berharga: liburan ke rumah Eyang di Solo. Ibunya itu bahkan telah sampai duluan di sana sebab eyang putrinya menggelar acara selamatan 1000 hari meninggalnya Eyang Kakung.

“Semoga ketemu pujaan hatimu, Ga!” seru Damar sambil melambaikan tangan.

Garuda tertawa lepas. Dibalasnya lambaian tangan Dar dengan lonjak kegirangan.

“Kamu juga! Semoga tuntas kangen-kangenan sama doi! Awas, jangan lamaran sebelum lulus!” teriak Garuda.

“Dan jangan naik pelaminan sebelum dapat gaji!”

“Ah, kalau kamu, enggak usah dapat gaji duluan, ortu udah tajir melintir!”

Keduanya tertawa keras. Damar Aji lantas melangkah mantap menuju ruang tunggu di mana ayah ibunya duduk resah menahan rindu. Sesaat kemudian dia dibawa pergi, naik sebuah mobil mewah warna hitam pekat.

Garuda tersenyum saja. Pemandangan di hadapannya tidak menyurutkan rasa bahagia di dadanya. Dengan dada membusung dia melangkah menuju ojek online yang sudah siap di depan gerbang asrama.

“Mas Garuda?” Sopir ojek tersebut memastikan.

Garuda tersenyum dan mengangguk. Ia naik di jok belakang setelah sang sopir memberikan helm.

“Masnya tentara ya?” tanya sopir tersebut di jalan.

“Iya, Pak,” jawab Garuda sembari tersenyum canggung.

“Pantesan badannya bagus, pasti tiap hari olahraga ya?”

“Hehe, iya, Pak.”

“Dulu waktu saya muda, badannya juga kayak kamu, Mas — gagah, tegap, sixpack. Enggak ada cewek yang berani nolak saya,” kata sopir ojek tersenyum dengan percaya diri.

Garuda tertawa kecil, tetapi kemudian mulai memandang sopir tersebut dengan tatapan ragu. Entah mengapa dia sangat sangsi bahwa pria bertubuh pendek dan tambun itu pernah gagah, tegap, dan sixpack seperti yang dikatakan.

Untunglah tak butuh waktu lama hingga akhirnya Garuda tiba di depan stasiun.

Garuda turun dari sepeda motor dengan perasaan lega. Akhirnya dia tak perlu berlama-lama lagi untuk mendengar pengakuan tak mendasar dari sopir ojeknya itu.

“Makasih, Pak,” ucap Garuda sembari menyodorkan uang ke sopir tersebut.

“Kapan-kapan saya diajak pitnes ya, Mas, biar badan saya kembali bagus,” kata sopir tersebut sembari mengangkat tangannya, seolah-olah sedang mengangkat barbel.

“Oh, iya, Pak,” jawab Garuda sembari tersenyum aneh.

“Nomornya saya simpan, ya, sesuai di aplikasi pemesanan ini tadi, ‘kan?”

Garuda hanya mengangguk tanpa berkata-kata lagi. Sedikit dia heran, apakah memang orang-orang generasi terdahulu sering merasa narsis di luar nalar untuk menyaingi generasi masa kini?

Baru saja Garuda hendak menggeloyor pergi, sang sopir ojek online memanggilnya lagi.

“Mas Garuda! Helm saya jangan dibawa, Mas!”

“Oh my God!” Garuda menepuk jidatnya yang licin lalu berbalik badan.

KRL jurusan Yogyakarta-Solo tiba setelah hampir setengah jam Garuda menunggu. Dia memilih masuk ke gerbong ketiga dari depan dengan harapan saat turun nanti di Stasiun Balapan tidak terlalu jauh dari mesin tapping.

Isi gerbong sangat penuh. Beberapa orang harus berdiri, tidak terkecuali Garuda. Sebenarnya dia agak mengantuk tetapi seragam dan topi taruna yang dipakainya berikut postur tegap dan potongan rambutnya yang khas pasti akan membuatnya malu apabila nekat duduk dan pura-pura tidur.


***


“Cah Bagus! Bagus-bagus dhewe(¹)!”

Lihat selengkapnya