SEPASANG BAYANGAN

Genoveva Dian Uning
Chapter #20

Cinta Lama Bersemi Kembali

“Apa kamu pernah, bermimpi atau sekadar membayangkan kalau kita akan ketemu lagi?” Garuda menatap gadis manis di hadapannya. Sasti yang mungil dan Garuda yang tinggi menjulang membuat adegan saling menatap itu terkesan sedemikian romantis.

Garuda sedikit membungkuk. Matanya memindai setiap milimeter wajah Sasti yang merona. Sementara Sasti, nyaris tanpa kedip memandang lelaki yang sekian lama dicarinya, ditunggu, bahkan dirindukannya.

“Ini ... ini beneran kamu, Ga?” bisik Sasti tak percaya.

Garuda mengangguk. “Lihat ini!” katanya sambil mengangkat lengan. Tampak di pergelangan tangannya, melingkar sebuah gelang yang terbuat dari bebatuan hitam yang dironce pada seutas tali serat kayu.

Sasti terkejut. “Gelang itu masih ada!” jeritnya. “Itu, ‘kan, gelang mainan? Kenapa masih kamu simpan?”

“Soalnya kamu yang ngasih. Kamu perlu tahu kalau aku adalah orang yang sangat menghargai pemberian apalagi itu dilandasi dengan ketulusan ....”

Sasti tak mampu berkata-kata lagi. Dia menghambur maju, menuju dua tangan Garuda yang membentang. Mereka berpelukan erat. Ada tangisan haru di sana.

“Makasih, Ga ...,” desah Sasti.

Garuda menggumam. “Gelang ini udah mengalami putus berantakan berkali-kali. Tapi, aku berusaha nyambungin lagi berkali-kali pula. Tiap kali putus, aku bawa batu-batuannya ke temanku yang ibunya adalah seorang perajin asesoris. Sorry, Sas, kemarin-kemarin talinya beda terus sesuai stok milik temanku itu. Baru seminggu lalu temanku ngabarin kalau nemu tali serat kayu mirip dengan yang kuminta.”

Sasti kian erat memeluk. “Jangan minta maaf. Itu bukan salahmu. Makasih, Ga, kamu menjaganya demi aku.”

Di langit biru cerah, sinar matahari terik menukik. Dua insan yang tengah bahagia itu bertahan di tengah lapang, tak peduli meskipun keringat membanjiri tubuh keduanya yang terpanggang sinar matahari.

“Woi! Berteduh, woi!” teriak Damar Aji merusak suasana. Garuda dan Sasti spontan melepaskan pelukan. Dengan diiringi tawa mereka beradu kening lantas berlari bergandengan menuju tepi lapangan berkanopi.

“Emang, ya, kalau cinta udah merekah, tai kucing rasa coklat,” celetuk Damar lagi. Sambil pura-pura melengos bak lelaki tulang lunak, Damar menggeloyor pergi.

“Weits, tunggu dulu, Nona Damarianti,” kata Garuda sambil mencekal pergelangan tangan Damar. Sasti menutup mulutnya agar mampu menahan tawa, tetapi tidak mampu.

Yang dipanggil ‘Damarianti’ kian aktif berulah. Dia melenggak-lenggok bak cacing kepanasan, dengan tubuh atletisnya itu menciptakan suasana lucu yang menyenangkan.

“Mau ke mana, Cantik? Tegakah kau biarkan Abang kepanasan tanpa segelas limun atau cola?” Garuda berdeklamasi.

Damar pura-pura menyingkap rambut ke belakang telinga dengan jari-jemari yang ditekuk kemayu.

“Tapi Abang selingkuh. Katakan, siapa perempuan jahanam ini?” balas Damar. Bibirnya miring ke sana ke mari.

Perut Sasti kaku dibuatnya. Ingin rasanya dia bergulung-gulung di lantai lalu kentut dengan irama datar tapi beruntun bertubi-tubi. Apa daya, hanya kata ‘ngroook!’ sengau keluar dari perpaduan hidung dan mulut sehingga menyerupai suara babi.

Giliran Garuda dan Damar tertawa.

“Hai, dapat anak babi dari mana kau? Jangan-jangan dia lepas dari kandang sewaktu dimandikan, atau sengaja kamu nyolong? Lihat, itu hidungnya kembang kempis. Dari tadi ngrak-ngrok melulu!” seru Damar.


***


Kembali ke setelan awal. Sasti pulang ke rumah budenya dan Garuda ke asrama. Di antara mereka berdua tadi bersepakat untuk bersikap biasa saja ketika berhadapan dengan keluarga maupun rekan sejawat.

Dalam hati Garuda dan Sasti kini tumbuh bunga-bunga beraneka warna dan aroma. Taman hati yang dulu gersang meranggas kini menghijau, lengkap dengan kupu-kupu yang siap menggetarkan dada setiap waktu.

Baik Sasti maupun Damar seketika lupa, kini ada Yoen Persada dan Dyah Arini yang setia menjaga hati demi mereka.

Lihat selengkapnya