Belakangan, di sela-sela kesibukannya mengampus dan mengajar sebagai asisten dosen, Lulu tidak pernah lupa akan rutinitasnya menjaga hubungan dengan kekasihnya tetap terhubung.
Wanita itu menempelkan hari-hari dan jam-jam mereka biasa video call dari padatnya jadwal kesibukan masing-masing di dinding, di sebelah cermin rias. Mendapat gelar doktor dan menikah dengan kekasihnya sama pentingnya bagi Lulu.
Namun, sudah nyaris sebulan mereka tidak benar-benar terhubung. Jadwal yang semakin beradu dari kesibukan yang semakin menjadi, juga sinyal yang tidak stabil dari wifi kosannya. Rintangan dalam hubungan itu, merembet kepada jadwal-jadwal lain dan merusak mood wanita itu. Lulu tidak ingin menyerah. Sebagaimana NKRI, level berikutnya dari hubungan mereka juga adalah harga mati.
Ini bukan pertamakali wanita itu menghadapi kesukaran jaringan seperti ini. Dan tentu saja ia kesal. Namun pada akhirnya semua pasti akan berlalu. Namun apa yang mereka alami kali ini jauh terasa lebih berat dan pikiran akan menyerah selalu menghampirinya ketika ia mengganti mood yang rusak itu dengan menghabiskan waktu bersama kawan-kawan dari berbagai lingkaran yang selalu ia jaga hubungannya, juga dari beberapa lelaki yang masih keras kepala untuk mendekatinya.
Semburan serotonin memancar dari syaraf-syarafnya menciptakan sinapsis yang menghubungkan neuron-neuron ketika akhirnya pada satu malam setelah nyaris sebulan, jaringan mereka kembali terhubung dengan sangat lancar, menambah suntikan oksitosin yang mulai menipis itu.
Namun, ada yang berbeda dari raut wajah kekasihnya di dalam layar itu. Memang, Lulu memahami, raut datar kekasihnya sudah terbiasa ia lihat sebagai efek dari terlalu lama dengan ilmu eksakta. Lulu tidak pernah gagal untuk membaca sedikit kerinduan pada saat mereka saling pandang secara virtual itu. Namun tidak kali ini.