Mina mengirim pesan kepada Noe untuk mengajaknya bertemu. Tanpa membukanya, Noe hanya membaca notifikasi pesan tersebut. Lelaki itu tidak tersenyum. Ia membuka ponselnya dan membuka aplikasi whatsapp untuk mengirim pesan kepada Rud, bertanya, apakah sudah ada kabar dari wanita itu. Noe sendiri masih tidak tahu wanita yang dimaksud Rud.
Dua pekan telah lewat. Rud belum juga mengabarkan apakah wanita itu bersedia untuk mengisi posisi pemeran utama film pendek mereka. Pada pekan ketiga, Noe mendesak, tidakkah sebaiknya ia mencari pemain lain.
Pada satu malam, Rud pun mengajak Noe untuk nongkrong di satu kafe tidak jauh dari Wisma Kusuma. Sebelum pesanan mereka datang, Rud membuka foto-foto dari galeri ponselnya, dan memberitahu Noe bahwa semua wanita itu adalah penghuni kosan.
“Gila lu ya,” kata Noe, kepada Rud. “Darimana lu tau akun sosmed anak-anak kosan?”
“Lu nggak perlu tau gua dapet dari mana,” kata Rud, sok keren, mengimpersonifikasi Sherlock Holmes. “Gimana menurutlu?”
Noe melihat kepada Rud, kemudian melihat kepada layar ponsel detektif karbitan itu, memindai setiap foto, belum juga mengatakan apapun. Noe menutup ponsel itu dan menggeleng ringan.
“Nggak ada yang sesuai sama imajinasi gua tentang Widi,” kata Noe.
“Pilih dulu, lah. Pilih tiga aja, deh, buat kita ajak ketemuan,” kata Rud.
Noe kembali membuka galeri ponsel Rud, dan lama ia dapat memilih tiga wanita terbaik yang setidaknya paling dekat dengan gambaran tokoh utama film pendek mereka. Ia pun menyerah dan memilih setidaknya tiga wanita yang paling menarik. Noe menyerahkan ponselnya kepada Rud, dan memperlihatkan tiga wanita tersebut.
“Ini pilihanlu?” kata Rud.
Noe mengangguk santai.
“Seleralu sama juga sama gua.”