Lulu membuka kunci pintu kosan. Pintu itu terbuka dengan bunyi keriut samar dan perlahan. Wajah wanita itu pucat, lesu dan letih. Ia menyeret kakinya, menanggalkan flat-shoes-nya dengan bantuan tumit masing-masing kaki, menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang.
Lulu merasa tak berdaya dan begitu merindu kekasihnya. Ia melihat jadwal yang ada di dinding, baru teringat telah mencopotnya. Lulu membuka Skype dan dengan setengah tersadar, ia menghubungi Ramu. Sambungan itu tidak juga terhubung.
Secara naluriah Lulu membuka Instagram dan di bagian atas layar, di deretan story, akun kekasihnya berada di urutan pertama ketika ia membukanya. Wanita itu sudah terlambat untuk menyesal telah membuka aplikasi itu. Ia memerhatikan kekasihnya sedang dinner romantis nan mewah dengan seorang wanita bule. Kecemburuan dan amarah sudah sampai ubun-ubun. Lulu langsung meng-unfollow akun kekasihnya dan mem-posting untuk story-nya sendiri satu kata: Enough.
Bunyi air dari kamar mandi untuk waktu yang lama. Begitu Lulu keluar, ia mengenakan daster coklatnya yang sudah membuat ia nyaman. Ia kemudian membuka sekaleng bir tanpa gula tanpa alkohol, menenggaknya dengan tegukan-tegukan dalam, sembari bersandar di tepian ranjang. Belum habis bir kalengan tersebut, ia meletakkannya di meja rias kemudian mencoba untuk tidur. Wanita itu menyamping ke kiri dan ke kanan, gelisah tidak juga kunjung mengantuk.