Sepasang Nama

Diatri Kusumah
Chapter #2

Langkah Darurat

Suara langkah dari belakang makin mendekat. Januar yang setengah pincang melangkahkan kakinya pelan. Perasaannya tak karuan. Dia ingin segera sampai ke mobil tapi dia juga ingin tahu siapa yang memintanya berhenti tapi tidak cukup berani melakukannya. Dia menatap Lena seperti memberi kode untuk terus berjalan menuju mobil. Lena melangkah mengikuti ritme pria yang di sampingnya itu.

Jam 10 malam, ingatan Januar ketika terakhir melihat layar ponselnya sebelum mencoba menyelamatkan Lena. Rusun Sukajadi sudah sepi. Terlebih, penghuni lantai dasar tidak lagi berusia muda. Kalau pun mereka punya anak, anak-anak mereka pasti sedang menikmati Jumat malam di luar rumah.

Januar berharap ada satu penghuni saja yang keluar dari unitnya. Dia membutuhkan bantuan. Tidak banyak masalah yang dia buat seumur hidupnya. Belum pernah juga dia merasakan detak jantungnya berdegup kencang selain ketika menyaksikan kejadian tragis di rumah dulu.

Sepi. Tidak ada suara televisi, radio atau orang-orang yang mengobrol. Januar bahkan bisa mendengar suara langkahnya dan Lena di atas pasir menuju lahan parkir. Mata Januar menerawang, mencari Satpam di dekat lahan parkir. Tidak ada siapa-siapa.

Ada pun cahaya terang berasal dari kios pecel lele di seberang lahan parkir. Tapi ada jarak sekitar 50 meter untuk sampai ke sana. Berteriak pun rasanya tidak akan terdengar oleh orang di kios itu.

"Mau ke mana?" suara itu makin nyaring dan pria itu berada persis di belakang Januar. Januar bergeming, dia mencoba mempercepat langkahnya yang diikuti Lena. Langkah Januar benar-benar terhenti ketika pundaknya ditepuk. Tangannya menahan lengan Lena agar berhenti.

"Tolong!", teriak Januar berharap ada penghuni rusun yang rela istirahatnya terganggu untuk mengecek keadaan di sekitar. Tidak ada suara apa pun. Kalau pun para penghuni mendengar, belum tentu mereka mau keluar dari unit dan langsung membantu. Semoga ada yang menghubungi polisi, dalam hati Januar. Tapi polisi pun butuh waktu untuk sampai ke rusun.

"Eh, tolol. Ngapain lo teriak-teriak?" ucap suara dari belakang Januar dan Lena.

"Anjing," balas Januar setelah memberanikan diri menoleh ke belakang.

"Buru-buru banget. Mau ke mana lo berduaan jam segini? Ajak-ajaklah," kata Supri seakan-akan tidak ada sesuatu yang genting sedang terjadi.

Senyum Supri membuat Januar membayangkan untuk merusak wajah sahabatnya itu. Mengesalkan memang cuma kehadiran Supri menjadi angin segar buat Januar. Januar merasa terlindungi. Kalau pun pria di lantai enam berniat mencelakai, setidaknya Januar punya rekan. Pertarungan dua lawan satu akan memudahkannya walau mereka berdua bukanlah orang yang sering berkelahi.

Januar mengarahkan tubuh Lena ke arah Supri.

"Wow! Lo apain dia?" Supri kaget melihat kondisi Lena.

"Bukan gue, Anjing. Cowoknya yang bikin dia kayak gini."

"Mana cowoknya sekarang?" Supri mengepalkan dua tinjunya. Dia miringkan lehernya ke kiri dan kanan sampai berbunyi, seakan-akan dia petinju yang bersiap-siap menunggu aba-aba dari wasit dan bel dibunyikan.

Januar tidak begitu yakin sahabatnya itu bisa diandalkan untuk urusan berkelahi. Pasalnya, selama empat tahun tinggal di rusun, Supri tidak pernah berkelahi dengan siapa pun, berdebat pun tidak. Dia malah tidak pernah melewatkan menghadiri rapat bulanan para penghuni rusun yang kebanyakan dihadiri oleh penghuni berusia tua.

"Di atas udah gak sadarkan diri aku pukul tadi," jawab Lena.

"Mau dibuang ke mana mayatnya?" tanya Supri dengan semangat. Entah dari bagaimana semangat itu muncul ketika mendengar kata mayat.

"Wow wow! Tahan dulu. Gak ada yang bilang dia udah mati," jawab Januar.

"Gak ada yang kasih tahu gue juga kalau dia masih hidup."

"Lo cek dulu deh kondisi dia gimana. Gue mau bawa Lena ke kantor polisi dulu," pinta Januar.

"Ogah. Gimana kalau dia masih hidup terus nyerang gue?" Supri menggelengkan kepalanya.

"Lah lo tadi kayak yang berani buang mayat."

"Mayat nggak bisa ngelawan. Gue baru berani kalau itu," terang Supri.

"Udah lo tunggu aja. Kalau-kalau dia ngejar, lo hambat," Januar mengeluarkan ponselnya kemudian memfoto kondisi Lena. Supri tidak menggubris. Dia juga khawatir kalau harus berkelahi.

Januar bergegas berjalan bersama Lena menuju mobil. Mereka kemudian berangkat ke Polsek Sukajadi. Supri duduk di kursi kayu di teras unitnya. Matanya mengawasi tangga rusun dengan seksama. 10 menit berlalu, tidak ada satu pun orang yang turun.

Di Polsek Sukajadi, seorang anggota kepolisian duduk di ruangan pengaduan. Januar dan Lena masuk. Gani, nama yang dikenakan di dada kanan seragam polisi tersebut.

Gani mempersilakan Januar dan Lena duduk. Gani duduk di kursinya. Tangannya mulai menyentuh keyboard dan matanya menatap layar monitor. Jari-jarinya menekan tombol-tombol keyboard untuk menuliskan tanggal di surat pengaduan.

Lihat selengkapnya