Sepasang Satria Piningit

Anggrek Handayani
Chapter #1

Sebuah Pelita Kecil#1

Siang hari yang begitu terik tak membuat anak-anak berhenti bermain. Semangat yang begitu tinggi nampak pada wajah mereka. Di lapangan yang sangat hijau nan luas itu dipenuhi oleh anak-anak usia SD yang tengah asyik bermain sepak bola. Mereka berlari dan terus berlari untuk merebut bola dari lawan dan mencetak gol darinya.

Nampak seorang anak bernama Syams yang berlari begitu cepat sambil terus menggiring bola. Beberapa anak lainnya menghadangnya dari depan. Namun ia terus saja lolos dari mereka. Anak-anak yang tergabung dalam timnya terus meneriakkan namanya. Berharap agar ia dapat mencetak gol. Dan benar saja, Syams akhirnya dapat mencetak gol. Hal ini membuat timnya mendapatkan skor yang lebih unggul dari tim lawannya.

“Syams! Kamu benar-benar hebat. Jika ada kamu, kita tidak akan pernah kalah melawan siapapun,” puji salah seorang teman Syams.

“Terima kasih. Kalian juga hebat. Kita menang karena kerja sama kita. Bukan karena kehebatanku saja,” jawab Syams sambil tersenyum.

“Waahh ... Syams. Selain hebat kamu juga tidak suka menyombongkan diri," sambung teman lainnya.

“Alah! Itu kan hanya kebetulan. Aku jauh lebih hebat darinya,” bantah seorang anak dari tim lain.

Syams mengalihkan perhatiannya pada Wolter sedikit kesal. Kemudian ia berkata,” Sudahlah! Aku ingin pulang. Aku sudah lelah bermain.”

“Alah! Paling hanya alasanmu saja, kan? Sebenarnya kamu takut melawanku, kan?” lanjut Wolter.

Seketika wajah Syams menjadi merah. Ia pun menatap wajah Wolter dengan mata tajamnya. Lalu ia berkata,” Hei, dengar ya! Aku tidak pernah takut melawan siapapun juga. Aku hanya ingin menghindari pertengkaran denganmu saja. Aku tidak mau menghabiskan waktu hanya untuk bertengkar denganmu saja.”

Syams langsung pergi dari lapangan tempatnya bermain dengan penuh kemarahan. Ia segera mengambil sepedanya dan mengayuhnya dengan sangat cepat. Ia benar-benar sangat marah. Sementara itu, Wolter terus mengejeknya dari belakang. Namun ia tak memperdulikannya dan terus mengayuh sepedanya dengan lebih kuat.

Syams meletakkan sepedanya di depan rumahnya dan berlari memasukinya. Satu persatu anak tangga yang menuju kamarnya dinaikinya. Ia terus berjalan dengan cepat agar segera sampai di kamarnya. Namun saat ia tiba di depan kamar Nashir, ia berhenti sejenak.Ia melihat kakanya itu sedang sibuk belajar. Kemarahan di wajahnya seketika berubah menjadi sebuah senyuman. Ia pun langsung berlari memasuki kamar tersebut.

“Uda! Uda sedang apa?” sapa Syams dari belakang Nashir.

Seketika itu Nashir menjadi terkejut dan salah dalam menulis huruf di bukunya. Ia kemudian menoleh ke belakang dan berkata dengan nada marah, ”Syams! Kamu mengagetkanku saja! Apa yang kamu lakukan disini?”

“Aku ingin ikut Uda belajar. Setidaknya uda pinjami aku sebuah buku dan aku pasti akan membacanya. Aku tidak akan mengganggu uda setelah itu,” lanjut Syams.

“Kamu ingin membaca bukuku?Memangnya kamu mengerti isi buku anak SMA? Kamu saja masih sangat kecil. Lebih baik kamu pergi ke kamarmu dan baca buku yang kamu beli kemarin," ucap Nashir sambil sedikit tertawa.

“Tapi kan buku yang kubeli kemarin sudah habis kubaca semua. Sebenarnya masih ada satu buku yang belum kubaca, tapi itu untuk besok. Hari ini aku ingin membaca buku milik Uda saja.”

“Sudahlah, lebih baik kamu pergi bermain saja! Aku ingin belajar untuk persiapan ujianku.”

Lihat selengkapnya