Sepasang Satria Piningit

Anggrek Handayani
Chapter #2

Tidak Mau Menjadi Pengusaha #2

Halim meletakkan gelas yang berada dalam gengamannya. Kemudian ia memandang wajah Maryam dalam-dalam. Begitu lembut wajah sang ibu yang selama beberapa bulan terakhir tak dijumpainya itu. Dari raut wajahnya, ia dapat membaca bahwa sang ibu sangat berharap padanya agar ia mau tinggal di rumahnya selama beberapa hari sebagai pengobat rindu.

Halim melepaskan pandangannya dari sang ibu. Kemudian ia menarik nafas panjang lalu menjawab, “Sepertinya tidak amak. Aku hanya akan tinggal disini selama satu atau dua hari saja. Aku masih ada banyak pekerjaan di PadangPanjang. Aku datang kemari hanya untuk melepas kerinduanku pada kalian. Terutama pada Syams.”

"Yaah! Amak pikir kamu akan tinggal disini selama beberapa hari. Padahal Amak sudah sangat rindu padamu. Kamu begitu sibuk sehingga tak mempunyai waktu keluargamu," keluh Maryam.

“Aku juga sangat menginginkan untuk tinggal disini lebih lama lagi. Tapi apa dayaku, Amak? Aku sangat sibuk dengan perusahaanku. Mungkin di lain kesempatan aku dapat mewujudkan impian Amak itu. Untuk tinggal disini selama beberapa hari lagi. “

"Ya, semoga saja begitu.”

Suara pintu yang tengah dibuka seseorang terdengar di telinga Maryam dan Halim. Seketika itu mereka langsung menolehkan pandangan mereka ke arah pintu. Seorang lelaki paruh baya telah memasuki rumah mereka. Lelaki tersebut terlihat begitu bahagia dengan kedatangan Halim. Ia pun segera duduk dan seketika lupa akan tujuan kedatangannya.

“Halim? Kapan kamu datang? Apak sudah sangat merindukanmu,” ucap lelaki yang diketahui bernama Malik itu.

“Aku juga sangat merindukan Apak. Juga semua orang yang tinggal di rumah ini,” jawab Halim.

“Bagaimana kabarmu sekarang?Bagaimana dengan perusahaan Apak di PadangPanjang yang kamu kielola itu?” lanjut Malik.

“Selama beberapa tahun terakhir ini aku disibukkan dengan tugas-tugasku di perusahaan itu. Terkadang aku merasa lelah. Tapi aku tetap harus bersemangat untuk memajukan perusahaan itu,” keluh Halim.

“Memang begitu. Mempunyai perusahaan sebesar itu memang cukup melelahkan. Tapi perusahaan itu sudah menjadi maju ketika baru saja kuberikan kepadamu. Jadi kamu tidak perlu memulainya dari enol. Itulah salah satu alasanku memberikan perusahaan itu padamu. Selain kamu lebih senang tinggal disana daripada di Jakarta ini.”

“Sudahlah, aku ingin mengambil berkasku yang tertinggal. Setelah itu aku harus kembali ke kantor lagi,” lanjut Malik.

Malik berdiri dari tempat duduknya lalu meninggalkan Halim dan Maryam yang masih duduk di tempat itu. Ia berjalan dengan sangat cepat agar ia dapat kembali ke kantornya dengan tepat waktu. Namun langkahnya terhenti ketika melihat Syams yang sedang asyik membaca buku seorang diri di ruang keluarga. Ia pun tersenyum bangga pada putra bungsunya itu.

Lihat selengkapnya