Seoul, Januari 2019
Musim dingin di Seoul ternyata sangat dingin, apalagi tahun ini lebih parah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saat ini suhu di luar mencapai minus 15 derajat Celcius. Aku yang tadinya berniat untuk pergi berwisata kuliner hampir saja mengurungkan niat dan kembali berkubang di kasur.
“Lina, please get up right now! This is our last day of holiday! Kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu yang berharga ini.”
Seruan nyaring itu kemudian diikuti oleh omelan lainnya, “Come on Lina! Ini sudah jam sebelas. Sebentar lagi sudah waktunya makan siang.”
Aku yang tidak tahan mendengar suara-suara itu akhirnya dengan terpaksa menurunkan kaki dari kasur dan berjalan lunglai menuju kamar mandi.
“Iya..iya..sabar,” sahutku lemah.
Aku melihat ke luar jendela. Ugh, pasti aku akan menggigil selama perjalanan.
Namaku Lina Naraya, warga negara Indonesia yang tahun ini akan memasuki usia 26. Aku berteman karib dengan Gina dan Fadila yang saat ini sedang menelototiku agar aku segera bersiap-siap untuk pergi. Saat ini kami bertiga sedang menikmati liburan natal dan tahun baru di Seoul. Sayangnya, hari ini adalah hari terakhir liburan kami di sini. Sehingga mereka benar-benar memaksaku untuk ikut berwisata kuliner di Itaewon. Aku hanya bisa patuh mengikuti apa kata mereka, meskipun harus berangkat mengenakan jaket tebal dengan tiga lapis baju di dalamnya, syal, serta sepatu boots yang tahan salju.
Aku dan Gina Prismeida berteman sejak kami menjadi mahasiswi Master of Biotechnology di salah satu universitas life science di Negeri Tulip, Belanda. Gina lebih tua satu tahun dan masuk kuliah enam bulan lebih cepat dariku. Kemudian di akhir masa studi, kami sama-sama mendapat tawaran bekerja di sebuah lembaga riset Belanda tempat kami melaksanakan internship. Di situ lah kami bertemu Fadila Nur Aisyah yang lebih tua empat tahun dari kami. Fadila sempat berkarir di Indonesia lalu mendapatkan kesempatan melanjutkan riset PhD di tempat kami bekerja.
Sebagai warga asli Indonesia yang berkarir di Belanda, kami bertiga pun akhirnya menjadi sangat dekat. Kami tidak hanya berbagi keluh kesah soal pekerjaan, tapi juga berbagi hobi yang sama. Setelah beberapa tahun tinggal di Belanda kami terbiasa dengan konsep work hard, play hard. Karena kami tidak terlalu suka nongkrong di pub seperti kolega kami lainnya, kami biasa menghabiskan weekend dengan menonton drama Korea bersama. Selesai menonton, aku dan Fadila biasanya akan memasak makanan khas Korea yang muncul di episode tersebut lalu kami bertiga makan bersama. Kami biasa memasak roppoki, kimchi jiggae, pajeon dan lain sebagainya. Gina yang tidak terlalu bisa memasak mendapat tugas menyiapkan dessert atau pencuci mulut. Begitulah awal cerita pertemanan kami hingga kami memutuskan untuk pergi ke Korea di libur natal dan tahun baru kali ini.