Audy menghampiri tempat duduk Mikha. Hari ini, fisika adalah mata pelajaran untuk jam pertama. Jadi, Audy harus duduk di samping Mikha.
“Mik.” Audy menghempaskan tubuhnya di kursi. “Wali kelas kita beneran Pak Steven?”
Mikha mengangkat bahu. “Katanya gitu, kan?”
“Kacau.” Wajah Audy tampak panik.
“Terus lo mau gimana? Pindah pagi? Emangnya guru-guru di kelas pagi lebih enak?” tanya Mikha.
“Menurut lo?”
“Mau pindah pagi juga udah nggak bisa, kan?” Mikha mengingatkan.
Audy terdiam. Keputusan pembagian kelas memang sudah final.
“Yah….” Audy menghela napas, lalu mengeluarkan beberapa buku. Bel tanda dimulainya pelajaran belum berbunyi. Namun tidak ada salahnya bersiap, kan?
“Udahlah. Nanti kalo ternyata di kelas pagi gurunya lebih banyak yang galak, elo nyesel lagi.” Mikha juga mengeluarkan buku yang akan dipakai. “Inget, lho. Anak kelas pagi kebanyakan anak-anak … yah, lo tahu sendirilah.”
“Anak-anak ‘papan bawah’ maksud lo?” Audy menjentikkan jarinya membentuk tanda kutip.
“Bukannya gue meremehkan mereka.” Mikha mengeluarkan alat tulisnya. “Tapi faktanya mereka, kan, memang suka bikin masalah, bahkan dari kelas satu. Gue khawatir kalo guru-gurunya malah jadi ikutan keras gara-gara menghadapi mereka. Malah nggak enak, kan?”
Audy menghela napas. “Kayaknya gue perlu minta pendapat Nicky.”
“Pindah kelas pagi belum tentu solusi, Dy. Mending kelas siang aja.” Mikha bertahan dengan pendapatnya.
“Dan kena semburan si Raja Horor setahun penuh?” Audy bertanya retoris.
Mikha merapikan bukunya di atas meja. “Dy, coba lo itung sendiri, deh. Emangnya tiap hari kita diajar Pak Steven? Emangnya tiap hari kita ketemu dia? Enggak, kan?”
Audy terdiam sebentar. Wajahnya masih menyiratkan kekhawatiran. “Tetap saja dia wali kelas kita, kan?”
“Masalah itu dihadapi, Dy. Bukan dihindari.” Kata-kata Mikha terdengar sok bijak, tetapi ada benarnya, sih.
“Selamat siang, Anak-anak.” Tiba-tiba terdengar suara Pak Chris. Ternyata ia sudah berada di dalam kelas.
Beberapa murid segera kembali ke bangku masing-masing—sesuai nomor urut daftar kehadiran.
“Tuh….” Mikha menunjuk dengan matanya.
Audy melihat ke depan. “Itu juga satu lagi ‘masalah’ yang pengen gue hindari,” bisik Audy.
“Ssttt … udah, ah.” Mikha menunduk.
Suasana kelas hening sesaat karena dimulai dengan doa. Lalu….
“Tolong siapkan kertas. Kita ulangan sekarang.” Pak Chris berkata tiba-tiba.