Jam tangan Audy menunjukkan waktu pukul dua siang. Pantas saja rasanya panas. Katanya, sih, matahari bersinar paling panas pada pukul dua siang. Pada jam-jam seperti ini, rasanya enak sekali jika bisa tidur-tiduran sambil menonton televisi dan menenggak minuman ringan dingin. Membayangkannya saja rasanya sudah nikmat.
Sayangnya, Audy kini justru tengah “terjebak” di dalam ruang kelas yang membosankan. Mana pelajaran matematika pula. Tentu saja dengan pengajar tetap: Pak Steven si Raja Horor. Untung saja, saat ini penyakit darah tingginya tidak sedang kambuh.
Para murid tengah mengerjakan soal-soal latihan. Suasana kelas begitu tenang dan senyap nyaris tanpa suara. Siapa yang berani bersuara di tengah-tengah jam pelajaran yang diberikan Pak Steven?
Soal-soal latihan kali ini cukup banyak. Namun, para siswa justru lebih senang. Setidaknya, mereka bisa meredakan ketegangan karena Pak Steven tampaknya tidak akan melancarkan serangan omelan. Bagaimanapun juga, mengerjakan soal matematika – apalagi dengan waktu yang terbatas – butuh konsentrasi tinggi dan suasana kondusif.
Pak Steven mengambil buku daftar kehadiran di atas meja guru. Lalu membukanya dan mulai memanggil para siswa satu per satu.
“Adrian!” panggilnya. Nama Adrian memang ada di nomor urut pertama.
Hening. Tidak ada yang menjawab.
“Adrian!” panggilnya sekali lagi.
Kali ini para siswa mulai menunjukkan reaksi. Mereka menoleh ke arah tempat duduk yang seharusnya ditempati Adrian.
“Ada tidak, orangnya?” tanya Pak Steven.
Beberapa anak tampak menggeleng.
“Tidak ada, Pak!” jawab salah seorang anak.
“Kemana dia? Apa sakit?” Pak Steven kembali bertanya.
“Nggak tahu, Pak,” jawab salah seorang anak yang duduk di kursi paling depan.
“Eh, bukannya tadi Adrian ada di depan sekolah, sebelum pelajaran mulai?” Ajeng berbisik kepada Tanty yang duduk di sebelahnya. Sebenarnya suara Ajeng sangat pelan. Namun, karena suasana kelas hening, suara Ajeng yang pelan itu pun terdengar sampai ke telinga Pak Steven yang berada di depan kelas.
“Kamu.” Pak Steven berkata sambil menunjuk ke arah Ajeng, “Tadi barusan kamu bilang kalau kamu melihat Adrian?”