“Assalamualaikum!” Terdengar teriakan Reifan dari luar. Dan tak lama, pintu rumah terbuka dan orangnya masuk.
“Wa alaikum salam.” Bi Mar yang menjawab. Ia tengah mengelap meja kecil di depan sofa.
“Loh, Kak Audy? Nggak sekolah?” Reifan terkejut melihat kakaknya sedang berbaring di sofa sambil memainkan remote televisi.
“Nggak enak badan, Mas.” Lagi-lagi Bi Mar yang menjawab. Ia sedang membereskan gelas kotor yang ada di atas meja kecil yang habis digunakan Audy, kemudian pergi ke dapur.
Audy yang sedari tiduran langsung menegakkan badan duduk di sofa. Reifan mengamati kakaknya itu. Tampaknya Reifan tidak percaya kalau Audy sakit.
“Sakit?” tanya Reifan. Ia kemudian melihat jam di dinding. Lima menit lagi pukul 12 siang. Kalau Audy berangkat sekarang, sebenarnya juga belum terlambat karena ini hari Jumat dan seingat Reifan, khusus hari Jumat sekolah Audy dimulai pukul 13.10.
Audy melirik lorong menuju dapur kemudian menaruh telunjuknya di bibir ketika Bi Mar sudah tidak terlihat lagi.
Reifan duduk di samping Audy.
“Kenapa, sih?”
Audy memindahkan saluran televisi. Namun tampaknya tidak ada yang menarik perhatiannya. Akhirnya ia mematikan televisi.
“Bete.” Audy mengambil bantal dan memeluknya.
“Kakak … jangan-jangan bolos?” Reifan terbelalak.
“Mau ke sekolah juga naik apa, Fan? Emangnya ada kendaraan?”
“Oh, iya. Angkot masih mogok, ya?” Reifan teringat. Wajar kalau ia tidak ngeh. Setiap hari Reifan berangkat menumpang mobil Ayah dan pulang naik antar jemput. Jelas tidak terdampak pemogokan supir angkutan umum.
“Terus, kenapa pakai ngaku nggak enak badan segala? Sakit beneran loh!”
“Fan, gue mau cerita sesuatu. Tapi lo jangan bilang-bilang orang tua, ya? Ntar gue kena marah malahan.”
Reifan menaikkan alisnya. “Ada apa, sih?” Raut wajahnya menyiratkan penasaran.
Audy pun menceritakan kejadian kemarin. Sudah susah dapat kendaraan umum, terlambat sampai di sekolah, eh, malah dituduh berniat membolos.
“Gue dapat surat dari guru BP.” Audy mengakhiri ceritanya.
Reifan melongo. “Terus?”
“Gue diminta ngasih surat keterangan dari orang tua soal kejadian kemarin itu.”
“Ya tinggal bilang aja, kan?”
“Gila lo! Kalo nyokap sampai tahu, ini bisa perang dunia! Lo kayak nggak tahu nyokap aja?”
“Terus gimana? Besok mau bolos lagi?”
“Auk ah gelap!”
…
“Reifan! Ayo!” Terdengar suara Ibu memanggil.