“Pasang colokannya, Fan.” Om Jody menunjuk kontak listrik di samping televisi dengan empat colokan berjejer.
Reifan segera menancapkan ujung kabelnya.
Om Jody mengambil remote dan memindahkan saluran. Tampak tulisan “TV1” di pojok kanan atas layar. Saluran itu adalah fitur untuk menampilkan tayangan dari perangkat tambahan. Layar masih tampak gelap. Lalu, Om Jody kembali mengambil sebuah kaset dari kotak plastik seukuran buku dan memasangnya di perangkat. Tak lama, muncul gambar kartun animasi di layarnya.
“Nah, udah selesai. Udah bisa dimainkan.” Om Jody memasang stick dan memberikannya kepada Reifan.
Reifan dengan lincah menekan tombol-tombolnya dan mencoba memainkan game tersebut.
“EA Sport….” Terdengar suara dari perangkat diikuti munculnya huruf di layar dan dilanjutkan dengan tampilan gambar lapangan sepakbola. Rupanya ini game sepakbola.
Reifan baru saja membeli seperangkat video game: Sega 2. Itu adalah hadiah dari orang tua karena Reifan berhasil meraih peringkat kedua untuk lomba matematika sekecamatan Cilandak mewakili sekolah.
“Nanti, kalau selesai liburan, mainnya hari Sabtu dan Minggu saja, lho.” Ayah mengingatkan.
“Iya … iya….” Reifan menjawab acuh tak acuh karena matanya sudah fokus ke layar televisi. Permainan sudah dimulai. Ia menggunakan tim Belanda dengan lawan Brazil. Rupanya, ia ingin “balas dendam” atas kekalahan Belanda dari Brazil di Piala Dunia yang lalu.
“Minggu sore Sega-nya masuk lemari.” Ayah kembali menegaskan. Hari Senin sekolah kembali dimulai karena liburan akhir tahun ini hanya seminggu.
“Iya….” Reifan kembali menjawab dengan mata tak lepas dari layar televisi.
Audy duduk di sofa sambil menonton “pertandingan” tersebut. Dan berpikir, mungkin nanti ia juga akan “membalas” kekalahan Jerman dari Bulgaria.
Ayah dan Om Jody kemudian beranjak ke ruang tamu yang hanya disekat partisi dari ruang tengah.
“Terima kasih, Pak.” Terdengar suara Om Jody dari ruang tamu.