“Selamat siang jelang sore, Teman-teman semua. Bisa minta waktunya sebentar?” Sebuah suara menyentakkan perhatian seisi kelas. Termasuk Audy. Ia merasa pernah mendengar suara tersebut. Namun, entah di mana. Ia pun menengadah, mengalihkan perhatian dari buku-buku yang baru saja ia masukkan ke dalam tas karena guru yang mengajar sudah keluar lebih cepat dari jadwal.
Tampak olehnya sosok siswa berwajah manis dengan kulit terang mirip bule. Ia didampingi beberapa siswa lain. Audy tidak mengenali mereka semua. Kemungkinan besar siswa kelas tiga … atau bisa saja kelas dua, sih. Audy, kan, memang tidak kenal banyak orang termasuk angkatannya sendiri.
“Ssttt….” Tiba-tiba terdengar suara dari belakang.
Audy pun menoleh. Tampak olehnya Tanty sedang tersenyum-senyum sambil sesekali mencolek Ajeng.
“Ehem … ciye….” Tiba-tiba Zara ikut bersuara. Nadanya terdengar jahil menggoda Ajeng.
Sementara Ajeng sendiri hanya menunduk tersipu dengan wajah memerah. Audy pun akhirnya paham. Rupanya, siswa yang tengah berdiri di depan kelas itu adalah Jonathan!
Ah, ya! Jonathan memang keren, sih. Harusnya ia menjadi fotomodel saja sekalian. Apalagi wajah-wajah indo saat ini memang tengah digilai. Pokoknya, kalau wajahmu indo—blasteran bule—lebih baik langsung saja mendaftar ke agensi modelling, atau buruan kirim foto ke kontes gadis sampul atau coverboy. Kali aja betulan bisa jadi artis!
“Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar. Kami dari panitia pemilihan ketua OSIS mau memperkenalkan calon ketua OSIS untuk periode berikutnya.” Jonathan kembali mengutarakan tujuannya.
Owh! Audy menaikkan alisnya dengan wajah antusias. Akhirnya ia bertemu juga dengan para pengurus OSIS. Rupanya ini para siswa yang sering nongkrong di ruang depan laboratorium IPA yang Audy tidak pernah memperhatikannya.
Sebenarnya, dulu Audy juga sempat mengenal OSIS meski hanya sebentar. Tepatnya, ketika penataran siswa baru setahun yang lalu karena yang menjadi panitia pelaksananya adalah para pengurus OSIS. Para senior kelas tiga yang ditugaskan mendampingi kelas pun pengurus OSIS. Beberapa di antaranya adalah kawan Mas Ardi, kakak sepupu Audy, yang juga aktif di OSIS. Jadi, Audy sebenarnya sempat juga bersentuhan dengan OSIS.
Hanya saja, setelah pelajaran dimulai, peran OSIS seolah menghilang. Setidaknya bagi Audy. Emm … sebenarnya, sih, karena Audy saja yang tidak peduli. Karena di kepalanya hanya ada belajar, belajar, dan belajar. Mana sempat terpikir untuk bergabung dengan OSIS? Yah, jangankan bergabung ke dalam kepengurusan OSIS. Audy bahkan tidak mengikuti satu pun ekstrakurikuler!
“Seperti yang kita tahu, sebentar lagi kepengurusan OSIS di bawah kepemimpinan Irfan akan selesai. Maka dari itu, akan diadakan pemililihan ketua OSIS untuk periode selanjutnya.” Jonathan menjelaskan.
“Mungkin untuk mempersingkat waktu saja. Kami akan perkenalkan calon-calon kandidat untuk ketua OSIS periode tahun 1995-1996. Untuk calon yang pertama, yaitu Aulia Faradita.” Jonathan mulai memperkenalkan para kandidat.
Sontak seisi kelas bertepuk tangan. Apalagi ketika nama yang dipanggil itu masuk kelas.
“Hai, Teman-teman. Kita ketemu lagi.” Audi memberi salam. Kelas pun semakin riuh. Hanya Audy yang menunjukkan raut wajah tidak suka.
“Hari ini gue mau memaparkan program-program kerja seandainya gue terpilih jadi ketua OSIS.” Audi selanjutnya memaparkan rencana kerjanya.
Sementara Audi asyik berbicara di depan kelas, Audy malah memilih memasang earphone. Terserah mau buat program apa saja. Nggak ngaruh sama gue! Audy bersungut dalam hati.
“Everything Changes” pun menghentak. Dan ketika Audi masih saja betah berbicara di depan kelas, Audy pun benar-benar “Pray” agar pemaparan segera berakhir. Kapan istirahatnya ini?
“Heh!”
Audy menoleh ketika tiba-tiba Zara mencoleknya.
“Nggak sopan banget, sih? Orang lagi ngomong, elo malah dengerin walkman,” tegur Zara.