“Lo kenapa nggak ngasih tahu kalo ada Bu Wati di samping gue?” Audy tampak kesal pada Zara.
“Gue udah panggil elo, elonya nggak nyahut.” Zara membela diri.
“Colek gue, dong! Gue mana denger. Kan, gue lagi pakai earphone.”
“Gue baru mau colek elo, Bu Watinya udah di situ.” Zara tetap tidak mau disalahkan. Memang bukan salah Zara, kan?
Audy mengemasi barangnya dengan lesu. Sudah waktunya pulang. Dan ia harus memikirkan cara mengambil barangnya yang tadi disita Bu Wati.
“Elo sendiri kenapa, sih, nggak pernah ngerjain BK? Ngisinya, kan, sesuka elo aja, terserah apa cita-cita elo,” ujar Zara.
“Gue nggak punya cita-cita, Ra. Makanya gue bingung.” Audy memanggul tas ranselnya.
“Nggak punya cita-cita gimana?” Ganti Ajeng yang bingung. Ia juga ikut berdiri sambil memanggul tas ransel.
“Maksudnya, gue belum merencanakan, nanti gue mau kuliah apa, atau kerja apa. Lagian ngapain, sih, dipikirin sekarang?” Audy meralat ucapannya. Ia kemudian berjalan keluar diikuti ketiga temannya.
“Ya dipikirin dari sekarang, dong.” Ajeng tidak setuju.
“Kalau nanti salah jalan gimana? Kalau ternyata salah jurusan gimana? Atau kalau di tengah-tengah berubah gimana? Malah bingung, kan?”
“Kalau dari sekarang nggak pernah dipikirin, nanti malah tambah bingung.” Ajeng tetap tidak setuju.
“Tapi masa, sih, lo nggak punya cita-cita sama sekali? Paling enggak….” Raut wajah Tanty menunjukkan keheranan. “…lo beneran nggak ada bayangan sama sekali nanti pengen ngapain kalo udah kerja?” Tanty melanjutkan.
“Sebenarnya ada, sih. Cuma … nggak tahu, deh, ini bisa jadi cita-cita apa enggak?” Audy akhirnya menemukan cita-cita juga—mungkin.
“Apa itu?” tanya Tanty.
Audy tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya berkata, “Lo nonton film ‘Jurassic Park’, kan?”
Tanty mengangguk.
“Nah, gue tuh pengen kerja lapangan kayak gitu. Jadi….” Audy tampak kembali berpikir. “…paleontolog.”
Ajeng mengernyitkan dahinya.
“Iya … pokoknya pekerjaan kayak gitu!” Suara Audy terdengar bersemangat. “Kerja lapangan, petualangan, yang seru-seru….”
“Paleontolog?” Zara memotong.
“Iya.” Audy merasa mantap.
Namun, Zara malah terkikik.
“Hahaha. Serius lo mau jadi paleontolog?” Zara tidak bisa menahan tawanya. “Kalo lo beneran mau jadi paleontolog, sekalian aja, tuh, lo gali sana halaman sekolah. Kali aja nemu tulang dinosaurus.”
Ajeng dan Tanty mau tidak mau ikut tertawa mendengar kata-kata Zara. Namun, tidak demikian dengan Audy. Ia menghentikan langkah dan memandang Zara dengan wajah ditekuk. Apanya yang lucu? Apa yang salah dengan paleontolog?