Museum Asia Afrika terletak di Jalan Asia Afrika, Braga, Sumur Bandung, Kota Bandung. Museum ini merupakan bagian dari Gedung Merdeka yang menjadi tempat bersejarah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955 yang diikuti 29 negara. Museum Asia Afrika sendiri diresmikan pada 24 April 1980 bertepatan dengan peringatan 25 tahun KAA.
Konferensi Asia Afrika menghasilkan kesepakatan yang dikenal sebagai “Dasasila Bandung”, yang isinya adalah menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB, menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara, mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil, tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain, menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif sesuai dengan Piagam PBB, tidak menggunakan peraturan-peraturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun dan tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun, tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun, menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB, meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama, serta menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Audy begitu serius membaca Dasasila Bandung yang tertera pada salah satu sudut museum. Tangannya dengan lincah mencatat poin-poin tersebut ke dalam buku catatan. Lalu, ia kembali melangkah dan berpindah ke sudut lain.
Beberapa foto yang menggambarkan jalannya KAA tampak terpajang. Audy pun dengan sigap menyimpan buku catatannya dan mengeluarkan kamera. Beberapa jepretan ia dapatkan. Lumayan untuk ilustrasi makalah nanti.
“Ayo! Ke sini, ya.” Terdengar pemandu memberikan arahan kepada rombongan siswa. Para siswa pun berbondong-bondong menuju arah tersebut.
Ternyata para siswa diarahkan menuju ruang utama tempat dulu berlangsungnya konferensi. Anak-anak segera menempati tempat duduk yang tersedia. Kebanyakan duduk berdasarkan kelas. Audy duduk berdekatan dengan Zara, Ajeng, dan Silvi.
Setelah seluruh siswa mendapatkan duduk, seorang pria yang tampaknya bertugas memandu acara mengambil mikrofon dan mulai bicara.
“Selamat datang kami ucapkan kepada Adik-adik semua.” Ia membuka acara. “Tadi sudah melihat-lihat apa saja? Sudah puas belum?” Ia melontarkan pertanyaan basa-basi.
“Sudah….” Sebagian suara menjawab.
“Belum….” Sebagian lagi menjawab lain.
Pemandu acara itu tertawa. “Kalian tahu tidak, latar belakang Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955? Ini adalah peristiwa besar, sangat bersejarah dalam perpolitikan luar negeri Indonesia….”
Selanjutnya, pemandu tersebut mulai bercerita tentang KAA. Para siswa tampak serius mendengarkan. Beberapa mengeluarkan buku catatan dan mulai mencatat. Tiba-tiba Audy teringat sesuatu. Ia segera membuka tas dan mengambil barang yang ternyata akhirnya benar-benar berguna juga untuk kegiatan hari ini.
“Apa itu, Dy?” Zara menoleh.