Sepenggal Kisah dari SMP

Nadya Wijanarko
Chapter #36

Menemukan Cita-Cita

Hari ini Audy tiba lebih awal di sekolah. Akhirnya, ia memberanikan diri juga untuk memberikan surat pemanggilan dari sekolah kepada Ayah. Urusan sekolah Audy memang lebih sering dipegang Ayah karena Ibu lebih fokus ke Reifan. Sebenarnya Audy senang karena sifat Ayah yang cenderung lebih santai. Hanya saja, surat pemanggilan itu benar-benar bencana. Bagaimana kalau Ayah murka?

“Terima kasih atas kedatangan Bapak.” Terdengar suara Pak Steven.

Audy menoleh ke arah ruang guru. Tampak Ayah sudah selesai dengan urusannya. Ia keluar ruangan didampingi Pak Steven dan Bu Wati.

“Maafkan anak saya yang membuat repot. Tapi Audy sebenarnya anak baik-baik. Nanti saya akan bicara dengannya. Tapi, saya juga ingin sekolah mengambil tindakan tegas pada anak itu … siapa itu tadi? Karena Audy sebelumnya tidak pernah begini.”

“Kalau itu sudah jelas, Pak,” ujar Bu Wati.

“Karena ini bukan hanya menyangkut anak saya, tetapi juga anak-anak yang lain. Kasihan jika anak-anak yang benar-benar ingin belajar malah terganggu.” Ayah kembali berujar.

“Iya, Pak.” Bu Wati kembali menjawab.

“Baiklah. Kalau begitu, saya permisi dulu. Saya harus kembali ke kantor. Ada pekerjaan yang harus saya selesaikan,” tutup Ayah.

“Baik, Pak.” Bu Wati dan Pak Steven menjawab hampir bersamaan.

“Permisi. Selamat siang.” Ayah memberi salam, kemudian berlalu.

Audy segera menghampiri Ayah.

“Eh, kamu. Sini,” panggil Ayah.

“Bagaimana, Yah?” tanya Audy. Mereka berjalan menuju lobi sekolah. Seorang petugas jaga membuka pintu yang menghubungkan bangunan utama dengan lobi.

“Sudah beres semua, kok.” Ayah tersenyum. “Ayah juga komplein soal temen kamu itu … siapa namanya?”

“Rio?”

Lihat selengkapnya