Sepenggal Kisah dari SMP

Nadya Wijanarko
Chapter #37

Misteri Silvi

Siang ini, Audy tidak melihat Rio di kelas. Sepertinya sekolah benar-benar mengambil tindakan tegas. Entah apakah Rio dikeluarkan atau hanya kena skorsing. Namun, Audy setidaknya bisa bernapas lega karena artinya hari ini tidak ada perundungan di kelasnya. Sebenarnya, yang harusnya lega adalah Bobby, sih.

“Audy, makasih, ya, waktu itu udah belain gue.” Bobby menghampiri Audy yang akan masuk kelas.

Audy tersenyum. “Iya. Cuma lain kali, lo harus berani ngelawan juga, dong. Jangan takut. Kalo kitanya takut, yang ada orang malah makin berani sama kita.”

“Iya. Gue selama ini diem aja karena nggak pede. Gue, kan, nggak terlalu dekat sama anak cowok. Temen-temen gue kebanyakan cewek. Tapi lain kali, gue akan ngelawan.” Bobby mengepalkan tangannya.

Audy tertawa. Ia kemudian kembali berjalan menuju tempat duduknya. Namun, kali ini giliran Silvi yang memanggilnya. Audy pun menoleh.

“Dy, gue kayaknya perlu cerita.” Silvi berkata pelan. “Gue nggak bisa menyimpan ini sendirian.”

Audy memandang Silvi.

“Tapi … jangan di sini. Gue takut kalo ada lagi yang tahu-tahu denger obrolan kita.”

Audy mengangguk. Wajahnya tampak berpikir. Lalu, “Lo mau cerita di ‘tempat rahasia’?” tawarnya.

Tempat rahasia? Apa itu? Silvi bingung.

“Tapi mungkin jangan sekarang. Waktunya nggak cukup,” ujar Audy.

“Hari Jumat aja gimana? Sebelum masuk, pas orang-orang pada salat Jumat. Tapi ntar lo datangnya lebih awal.” usul Silvi.

“Boleh.” Audy setuju.

“Tempat Rahasia”. Gedung beratap bulat mirip Keong Mas tetapi berwarna abu-abu itu masih sama seperti sebelumnya. Sepi dan dalamnya kosong melompong. Tidak ada orang kecuali petugas kebersihan, itu pun lebih sering di luar. Tempat yang sangat tepat untuk bisa leluasa bercerita. Tentu saja Mikha dan Nicky ikut hadir. Bagaimanapun, Audy, Nicky, dan Mikha adalah “penguasa” tempat tersebut.

“Mungkin elo semua udah denger soal gosip di sekolah, ya?” Silvi duduk bersila di lantai, bersama Audy, Nicky, dan Mikha. Mereka duduk membentuk lingkaran.

“Gue pindah ke kelas siang karena takut ketemu sama salah seorang guru di kelas pagi,” aku Silvi.

“Siapa?” tanya Nicky penasaran. Ia, kan, anak kelas pagi juga.

“Lo nggak usah tahu. Pokoknya, gue nggak mau ketemu,” ujar Silvi.

“Apa yang terjadi?” tanya Mikha.

“Itu kejadian….” Silvi berhenti sebentar. Ia menarik napas. Tampaknya berat bagi Silvi untuk bercerita. “…pas pertengahan semester tiga.”

Ia melanjutkan. “Waktu itu hari Jumat. Jam pulang lebih cepet. Kayak sekarang. Semua anak pulang. Tapi waktu itu gue masih di kelas karena mau bikin PR dulu. Gue kalo di rumah sering nggak sempat, soalnya rumah gue rame. Boro-boro bikin PR. Sekadar baca buku pelajaran aja mana bisa. Adik-adik gue rusuh semua.”

“Emangnya adik lo ada berapa?” tanya Nicky lagi. Sekadar informasi, Nicky anak tunggal. Makanya, ia tidak tahu rasanya berbagi rumah dengan saudara.

“Ada tiga orang. Dua udah SD, satu masih balita. Kakak gue satu orang, di STM. Gue anak kedua,” cerita Silvi.

“Gue, sih, cuma berdua sama adik gue. Udah kelas 6 SD.” timpal Audy.

“Adik gue juga cuma satu, masih kelas 2 SD.” Mikha menambahkan.

Lihat selengkapnya