SEPEREMPAT ABAD

Fiska Esi
Chapter #5

Tentang Rasa

Cuaca hari ini begitu mendung. Seperti mengekspresikan suasana yang terjadi hari ini. Aku tiba di rumah yang masih sepi. Suasana hening memperkeruh pikiranku. Karena sudah cukup kesal dan lelah dengan kejadian hari ini, aku langsung bergegas menuju kamar. Raut wajahku yang kusut sangat menjelaskan aku sedang tidak baik - baik saja. Aku meletakkan tasku dan menghempaskan badan ke kasur. Rasanya hari ini benar benar lelah. Meskipun lelah dan beberapa pikiran mengganggu, aku masih berdiam diri. Bingung harus mulai mengerjakan yang mana. 

Terlalu lama rebahan di atas kasur, menyebabkan mataku terkantuk. Hmmm entahlah, aku ingin tidur sebentar melupakan sejenak kejadian hari ini. Dan ternyata aku benar tertidur. Aku terbangun sore hari sekitar pukul 5 sore, tepatnya suara berisik dari ruang tamu yang membangunkanku.

Ponsel ku berdering tak lama setelah aku membuka mata. Badan yang masih lelah membuatku malas beranjak untuk mengangkat ponsel yang terletak di ujung meja samping tempat tidur. Aku membiarkan ponsel yang sedang berdering tersebut. Namun ternyata ponsel itu bunyi berulang kali dan memutuskan untuk mengangkatnya.

“Halo, gimana mas ?” tanyaku.

“Kamu dimana dek ?” tanya mas Gusti dengan gaya bicara yang berbeda.

“Hah? Apa sih mas? ngapain telpon jam segini hari libur, aku masih ngantuk.” jawabku dengan merengek. Akupun belum sadar bahwa gaya bicara mas Gusti berubah.

“Aku jemput kamu habis magrib, kita ga ada waktu banyak, habis itu kita ngerjain di pondok aquarius. Aku ga mau tau, siapin barang - barang nya ya adek sayang, jangan lupa bawa jaket,” ucap mas Gusti yang langsung menutup telepon.

Aku terkejut dengan ucapan mas Gusti, mataku yang masih mengantuk pun melek dibuatnya. Namun aku tak menghiraukan, sambil menunggu adzan magrib, aku membuka sosial media. Namanya sosial media, dunia maya yang jelas penuh tipu daya. Membuka sosial media bukan keputusan yang tepat untuk menunggu adzan magrib. Aku melihat beberapa orang yang memposting foto pernikahan mewah, belanja barang - barang mewah dan juga foto liburan bersama baik dengan keluarga maupun teman. Hal itu membuat pikiran minder mendekatiku. Entah kenapa rasa cemas menggerogoti pikiranku.

Lamunanku dibuyarkan dengan ketukan pintu dan suara ibu. Karena aku tak menjawabnya, ibu langsung masuk kamar.

“Faya lagi apa? Kok mukanya murung gitu nak ?” tanya ibu yang sedikit  curiga dengan raut wajahku.

“Gapapa bu, bangun tidur aja kok masih belum sadar. Oh iya nanti malam Fay mau pergi bu, ada urusan kerjaan diluar,” ucapku meminta ijin.

“Oh iya gapapa, tapi jangan pulang larut malam ya, bawa jaket, bawa kunci juga. Oh iya dibawah ada tante Irma sama Om Rama.” Ucap ibu dengan ramah sambil kembali keluar.

Aku bergegas menuju kamar mandi dan shalat magrib. Selesai shalat, aku langsung mempersiapkan dan memastikan tidak ada satupun barang yang tertinggal. Tak lama aku mempersiapkan barang - barangku ibu memanggilku dari bawah.

“EHem, calonnya ga dikenalin ke tante nih?” ucap tante ketika aku tiba diujung tangga.

“apaan sih tan, urusan kantor doang.” jawabku dengan mood yang kurang baik.

“jangan lama - lama, kamu udah ga muda, nikah sana nikah, temen - temenmu bukannya udah pada nikah ya ? masa sih ga punya pacar? jangan pilih - pilih nanti ga laku kamu kalau kebanyakan kriteria.” ucap  tante irma tanpa rasa bersalah.

Lihat selengkapnya