Hari semakin siang dan orang - orang yang datang ke CFD semakin banyak. Aku memilih untuk berdiam diri memilih sudut lapangan dengan pepohonan rindang di sekitarnya. Pikiran ku jauh menerawang ke masa lalu dimana orang yang aku sayang meninggalkanku hanya demi orang lain yang menurutnya jauh lebih pantas. Jelas sakit, meskipun bukan kekasih, tapi aku menaruh harap dia bisa membuktikan cinta dan sayang nya terhadapku. Sialnya bukti itu dia berikan ke yang lain. Jelas perih, menangis sejadi - jadinya hingga pucat dan masuk rumah sakit. Sejak itu pula aku berfikir harus fokus dengan apa yang aku inginkan dan aku cita - citakan.
Lamunanku yang menerawang jauh sebuah luka dikejutkan dengan suara musik pengiring senam di tengah lapangan. Sesekali aku tertawa kecil memperhatikan gerakan yang diikuti oleh barisan ibu ibu yang sangat bersemangat. Sepertinya orang - orang itu tak ada beban. Menikmati gerakan, disertai canggung dengan gerakan cepat.
Asik menikmati tontonan ibu - ibu yang berolahraga membuatku lupa mengecek ponselku, hingga seseorang menepuk pundakku.
“Dor! Serius amat.” ucap mas Gusti sambil menepuk ujung bahuku.
“Sejak kapan disini mas ? udah dari tadi? maaf aku ga cek ponsel,” gumamku dengan raut wajah datar.
“Sejak kemarin, serius amat liat ibu ibu senam, ngomong ngomong itu mata bengkak amat, habis nangis ya? atau kurang tidur?”
Aku hanya tersenyum tipis. Mas Gusti pun duduk disebelahku. Ternyata dia sudah memesan bubur Ayam, tak lama setelah dia menghampiriku. Sebab selang beberapa saat pedagang pun mengantarkan semangkuk bubur ayam kehadapan Mas Gusti.
“Aku makan ya, ga usah tanya kenapa aku cuma pesen satu, karena aku tau kamu pasti udah makan ? ya kan ?” ledek mas Gusti, karena dia sangat tahu aku tidak bisa menahan sesuatu yang berbau makanan.
“Kenapa kamu memperhatikanku? kenapa kamu menyukaiku ? apa alasanmu ? bukankah kita jarang berbicara kecuali dalam hal pekerjaan? bukankah baru kali ini kita berjalan berdua tanpa dikaitkan dengan pekerjaan? sejauh mana kamu bisa menerimaku? apa yang kamu anggap lebih dariku sehingga kamu bisa menyatakan hal semalam?” gumamku tanpa jeda, tanpa peduli mas Gusti sedang makan. Pastinya mataku berkaca - kaca mengatakan hal itu.