SEPEREMPAT ABAD

Fiska Esi
Chapter #13

Curiga 2

Adzan Subuh membangunkanku dari tidur lelapku semalam. Mataku masih terlihat bengkak. Aku memutuskan untuk segera mandi dan shalat subuh. Selesainya sholat subuh aku menuju dapur untuk membuat susu hangat karena jelas aku tak bisa tidur lagi. Namun dalam perjalanan menuju dapur, pintu kamar Ibu terbuka sedikit. Aku yang sudah berjalan melewati pintu, mengundurkan langkah untuk memastikan Ibu sedang apa. 

Betapa terkejutnya aku melihat Ibu menangis. 

“Ya Allah maafkan kesalahanku, jangan libatkan permasalahan ini dengan Faya. Aku mohon Ya Allah.” ucap Ibu sambil terisak.

Aku hanya menelan ludah. Badanku lemas mendengar dan menyaksikan Ibu seperti itu. Apa maksud semua ini ? Apakah ada hubunganya antara Pak Nur dan Ibu? Apakah kepergian Bapak ada hubungannya dengan kehadiran tante Irma ? Entahlah, aku harap kekhawatiranku hari ini tidak akan ada yang nyata.

Saat ini banyak hal yang mengganggu pikiranku, mulai dari pemecatan, atau hal apapun yang aku tidak mengerti. Aku hanya berani mengira tanpa bertanya. Sebab aku takut mengetahui kenyataan yang jauh lebih pahit. Aku memutuskan untuk kembali kekamar.

Setelah membuat segelas susu, aku mengaktifkan ponselku yang kumatikan sejak kemaren. Berbagai pesan muncul mulai dari Lala, Jennie, Jessica, Mas Gusti dan Akbar. Sengaja untuk tidak membukanya, membuatku hanya mengabaikan pesan tersebut dan lanjut membuka Instagram.

Lagi - lagi membuka Instagram adalah kesalahan terbesar. Aku melihat foto mesra beberapa teman ketika SMP dan SMA yang sedang bersanding dipelaminan. Serasi sekali. Megah, pasangan idaman yang mau diajak hidup bersama, dan teman - teman yang hadir dipernikahan tampak melihat pasangan - pasangan itu sempurna. 

Kekesalan menggerogoti pikiranku, rasanya dengki dan iri. Ah salah sekali membuka sosial media. Untuk mengisi rasa lelahku, dikarenakan ini akhir pekan, aku mencoba membuka youtube sebuah konten horor. Tepatnya adalah kontent JurnalRisa. Meskipun itu adalah kontent horor, aku sangat takjub melihat kekeluargaan mereka. Luar biasa akrab dan saling mengayomi. Apalah aku yang anak tunggal tidak tau keberadaan bapak sendiri. 

Sepertinya hidup orang selalu enak ya, selalu beruntung. Maafkan aku ya Allah jika  kurang bersyukur. Tapi rasanya memang sesak sekali. Orang - orang menikah lebih cepat, sementara aku? Jikapun bisa lebih cepat, aku tidak tahu Bapaku ada dimana yang jelas harus sebagai wali nikahku kelak.

Aku beranjak dari kasur, mengambil jaket, dan mengenakan sepatu untuk sekedar jalan - jalan menikmati udara pagi. Ketika ingin berpamitan dengan Ibu, kulihat Ibu sedang terlelap hingga aku memutuskan untuk langsung keluar. Meski begitu, aku tetap berpamitan dengan Ibu lewat pesan. Saat berjalan, aku melewati salah satu warung kopi kekinian.

Cukupkanlah, ikatanmu, relakanlah yang tak seharusnya untukmu, yang seharusnya kau jaga adalah dirimu sendiri

Suara khas Kunto Aji dengan lagu sulung begitu mewakiliku sepertinya. Lagu yang ku dengar beberapa waktu lalu kudengar lagi sekarang. Sepertinya pemilik warung kopi ini masih muda. 

“Permisi mas, pesen bubur kacang ijonya ada ?” ucapku kepada pemilik warung yang belum terlihat.

“Oh iya mbak, silahkan duduk dulu. Lagunya mau diganti ga mbak ?” 

“Ga usah mas Terimakasih.” jawabku kepada mas mas penjaga warung kopi.

Tak kusangka ketika aku menikmati semangkuk bubur, seseorang mengejutkanku dari belakang. Siapa Lagi kalau bukan Mas Gusti. Orang yang hobinya mengejutkan ku dari belakang. Pastinya aku gugup melihat kedatangannya, apalagi pesannya semalam tidak ku baca sama sekali.

“Nikmat banget makan buburnya, baru aja mau disamperin kerumah udah kesini.”

Lihat selengkapnya