SEPEREMPAT ABAD

Fiska Esi
Chapter #15

Sebuah Nasehat

Badanku terkapar lemas. Aku mencoba membuka mata dengan pandangan yang masih kabur. Sepertinya di depanku ada dua orang yang sedang berdiri.

"Siapa yang mengganti pakaianku? Saya dimana? Tanyaku.

"Faya udah bangun? Kamu istirahat dulu yaa saya tadi yang mengganti pakaianmu." Ucap seorang wanita yang rasanya tidak asing buatku.

"Oh iya, terimakasih, maaf saya merepotkan. Sepertinya saya pernah mengenal kamu." Tanyaku lirih.

"Iya tadi kita sempat bertemu." Ucap wanita itu.

Pikiranku menerawang mengingat-ngingat apa yang terjadi hari ini. Oh ternyata itu wanita yang bersama Mas Gusti tadi. 

"Oh pacarnya Gusti ya, maaf ya mbak saya merepotkan sekali." Ucapku pelan.

"Gapapa Fay, kenalin aku Farah, aku dokter disalah satu rumah sakit kota ini." Ucapnya ramah sambil mengulurkan tangan.

Aku membalas uluran itu. Kepala yang masih terasa berat membuatku tak ingin banyak bertanya tentang siapa si Farah ini.

"Kalau masih lelah istirahat dulu gapapa. Oh iya aku mau kabarin Gusti ya kalau kamu disini?"

"Farah? Boleh saya minta tolong? Jangan hubungi siapapun yang mengenal saya. Tolong... termasuk orang tua saya dan Mas Gusti." Ucapku dengan suara yang masih terlihat lemah.

Farah hanya mengangguk seperti dia mengerti kalau aku memiliki banyak masalah.

"Baiklah, kalau begitu aku istirahat dulu ya, sudah malam. Kalau Faya butuh apa-apa, Faya bisa pencet bel itu yaa, aku udah siapkan semua kebutuhan Faya. Itu dimakan sup panasnya. Ucap Farah sambil meninggalkan ruangan.

Wanita ini baik sekali. Sepertinya kamar ini dirancang untuk pasien - pasiennya. Tapi apa hubungannya dia dengan Mas Gusti? Ah entahlah aku pusing sekali, badanku sepertinya demam tinggi.

Aku menyalakan ponselku untuk mencoba menghubungi Akbar. Benar saja dia tidak bisa dihubungi. Akbar kali ini benar - benar keterlaluan. 

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Aku mencoba berdiri untuk mengambil air wudhu dan shalat. Air mataku tumpah. Ya Allah, apakah ini adalah cobaan untukku??  Maafkan kami jika kami sering berbuat dosa tidak menuruti perintah mu ya Allah.

Seusai shalat, aku memperhatikan pesan yang masuk diponsel ku. Dari sekian pesan yang telah masuk, aku  mengabaikan pesan tersebut. Mulai dari Ibu, Bapak, dan Mas Gusti aku tak peduli. Pikiranku saat ini, aku ingin Ibu terlepas dari gangguan Pak Nur dan keluarganya. Sementara tabunganku hanya tersisa uang pesangon terakhir dan juga biaya produksi photobook yang mungkin jumlahnya tidak mencapai 10 juta jika sudah memproduksi photobook nanti dan gaji Mawar selama beberapa hari ini. Rasanya sakit, aku tidak menyangka orang yang mengajari ku soal berbohong itu tidaklah baik, justru dia yang paling banyak membohongiku.

Aku terlelap di atas sajadah hingga waktu shalat subuh. Farah membangunkan ku, sekaligus memastikan kondisiku. Meski begitu aku tidak peduli, apa hubungan Farah dengan Mas Gusti.

"Faya, nanti kalau udah shalat subuh, jam 6 atau setengah 7 kita sarapan bareng yaa?? Sekalian, suamiku ingin bertemu kamu tuh." Ucap Farah dengan lembut.

Farah terlihat sangat ramah, keibuan dan cantik sekali. Kalau disandingkan dengan mas Gusti pasti cocok gumamku. Eh tapi tunggu dulu tadi dia bilang suami? Lalu hubungannya dengan mas Gusti??

***

Aku melanjutkan bebersih setelah shalat subuh. Tubuh Farah yang hampir sama tingginya denganku membuat pakaian yang dipinjamkan tampak pas di badanku. Tak lama setelah aku bersiap, Farah menjemputku untuk sarapan bersama dimeja makan.

"Hai Faya, udah baikan?" Tanya seorang lelaki dimeja makan.

Betapa terkejutnya aku bahwa yang menyapa ku adalah Ikhsan, teman sekolah ku yang pernah ku kagumi dan nyaris menta’arufku. Lalu apa hubungannya Mas Gusti dan Farah? Ikhsan tampak gagah sekali, makin tampan dan aura positif karena Ibadahnya yang baik sungguh terlihat. 

"Hei Fay, jawab loh, udah baikan? Tanya ikhsan kembali, karena tak kunjung ku jawab.

Lihat selengkapnya