Seperti Apa Wajahmu Ayah?

Siti Nashuha
Chapter #1

Merasa Sendiri Chapter #1

Allahu Akbar...Allahu Akbar ...

Takbir bergema di seluruh penjuru pertanda lebaran yang dinanti sudah tiba. Semua menyambut dengan gegap gempita. Namun berbeda denganku banyak orang lalu langlang di depan rumah ramai sekali. Pemudik dari ibu kota sudah mulai memadati kampung ini namun yang ku nanti tak kunjung mendatangi.

Ya sudah entah sekian lebaran ibuku tak pernah pulang aku coba selalu mengerti. Sore tadi ada teman ibuku yang mendatangi memberikan barang dari ibu untukku menyambut Idul Fitri. Beginilah nasibku entah sejak usia berapa tahun aku ditinggal ibu merantau ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedang ayahku pergi entah kemana tiada ada kabar berita.

Aku tinggal bersama Kakek Nenekku di kampung. Kakekku seorang petani, sedang nenekku seorang pedagang asongan tradisonal seperti besek, gerabah, aneka kerajinan dari bambu . dari batita aku diasuh oleh kakek nenekku, waktu belum sekolah aku sering ikut nenek ke pasar menemani nenek jualan. Jarak pasar dari rumah cukup jauh kami biasanya naik delman. Sekarang delman sudah tidak seperti dahulu menjadi alat transpottasi utama. Sekarang lebih ke alat transportasi wisata budaya, sudah banyak kendaraan yang lain sepeda, sepeda motor bahkan mobil.

Nenekku mempunyai 8 anak dan sudah banyak cucunya. Namun bisa dibilang aku adalah cucu kesayangan nenek, kemana pun nenek pergi aku selalu ikut. Ke pasar, pengajian ibu-ibu walau jauh aku selalu di ajak. Bahkan saat salat tarawih sejak kecil aku selalu ikut walau nanti pasti tertidur di masjid.

Begitulah nenekku yang selalu saja menyanyangiku. Beliau selalu mendoakan agar aku menjadi orang yang sukses tidak saja di dunia tapi di akhirat. Selain dengan nenek masih ada saudara yang berdekatan rumahnya yaitu Bibi dan Pamanku.

Sedari kecil aku di diasuh juga oleh Bibiku selain Nenek, bahkan saat ibuku berangkat merantau ke Jakarta. Semalaman supaya aku tidak rewel, aku diberi mainan lilin oleh Bibiku. Begitulah diriku yang jauh dari Ayah dan Ibuku sendiri.

Entah mengapa saat kulihat ada seorang anak yang di bonceng ayahnya naik sepeda melintas di depan rumah, tak terasa air mata ini jatuh. Aku tidak tahu wajah ayahku aku tidak tau bagaimana rasa disayang ayah. Ya Allah kuatkan aku hati ini rintihku dalam sendiri.

Melihatku termenung sendiri nenek menghampiri seakan tahu isi hatiku saat ini.

"Kenapa kok nangis?" tanya Nenek.

"Tidak nek, hanya kemasukan debu saja," jawabku asal sambil kuseka air mataku dengan tangan.

"Sedih ibumu tidak pulang?" tanya nenek lagi.

"Iya," kujawab sambil ku anggukkan kepalaku.

"Ada nenek kok, banyak saudara sepupumu juga," hibur Nenekku.

"Doakan Ibumu sehat dan semoga lebaran tahun depan bisa pulang," kata Nenek lagi.

"Iya, Nek aku ga sedih lagi kok," aku coba tersenyum dan menyeka air mata ini.

"Sudah siap itu ketupat dan opor kesukaanmu kalau mau makan," kata Nenek.

"Siap, Nek masakan nenek yang paling enak" jawabku semangat sambil kuacungkan kedua jempolku.

Pagi harinya aku, Nenek, Kakek dan seluruh keluarga besar pergi ke masjid di desa kami untuk menunaikan shalat Idul Fitri.

Suasana masjid kali ini sangatlah ramai banyak pemudik-pemudik sehingga masjid dan halaman masjid penuh dengan jemaah shalat Idul Fitri. Setelah sholat dua rakaat dilanjut dengan khotbah.

Ada tradisi di desaku setiap selesai sholat Ied yaitu dilanjut makan-makan yang dibawa oleh warga sekitar yang mau membawa istilah di desaku bawa ancak, yaitu membawa nasi dan lauk-pauk sederhana kemudian dimakan bersama-sama di serambi masjid.

Setelah dari masjid pada hari raya pertama di kampung kami masih sepi. Acara silaturahmi antar warga biasanya ramai di hari kedua Idul Fitri. Kegiatan silaturahmi baru ke keluarga dekat dan mengunjungi makam.

Namun seperti biasa aku hanya sendiri saja mau berkunjung siapa tidak ada yang mengajak. Hal hasil aku di depan televisi menikmati acara sambil makan minum hidangan hari raya. Seperti biasa sore atau malam harinya Bibi, Paman dan anak-anaknya akan mengunjungi Nenek dan Kakek, barulah rumah mulai terlihat ramai.

Saat keluarga Bibi datang aku akan disibukkan dengan menjamu tamu mulai dari membuatkan minum hingga menyiapkan hidangan. Bibi selalu berpesan kalau lebaran harus ke rumahnya. Bibi bergitu menyanyangiku, dia tahu aku ditinggal oleh ibuku jadi sangat memperhatikanku. Terkadang kalau Nenek sedang marah dia seakan tak terima.

Bibi seorang perajin tempe, banyak yang menyukai tempe buatannya. Berapapun tempe yang dibuatnya selalu laku terjual. Kalau aku ke rumahnya aku belajar darinya cara membuat tempe. Dan praktik juga cara membungkus tempe dengan daun. Di setiap hari raya dia selalu memberiku angpao lebaran. Dia menyayangiku seperti anak sendiri.

Tibalah hari raya Idul Fitri yang kedua. Ini merupakan hari yang dinanti-nanti anak-anak sepertiku. Pagi-pagi aku bangun dengan gembira mempersiapkan diri untuk bersilaturahmi keliling kampung. Aku sudah berjanji dengan teman-temanku. Bersama mereka rasa sedihku seakan hilang.

           Ku nikmati masa-masa indah bermain bersama teman-temanku. Aku punya karib kami sangat akrab. Susi sahabat yang periang dan ramah, Nining sahabatku yang pandai menyanyi dengan suara merdunya, Yati dia cantik lembut , sama sepertiku dia juga tinggal bersama Nenek dan Kakeknya kedua orang tuanya merantau ke Sumatra . Kedua orang tua Yati juga jarang pulang karena jauh dan butuh biaya besar untuk pulang. Aku dan Yati saling menguatkan satu dengan yang lain, dan saling menyanyangi.

           Aku membantu nenek membersihkan rumah, menata makanan di ruang tamu dan memasak. Sejak kecil aku sudah didik mandiri oleh nenekku. Menyapu halaman, mengepel lantai, mencuci baju menyetrika sudah biasa ku lakukan sendiri. Bahkan memasak nasi dan sayur sudah Nenek ajarankan. Walau rasanya belum seenak sayur Nenek aku sudah terbiasa memasak nasi goreng, sayur sup, oseng.

           Begitulah aku terbiasa mandiri jauh dari ibu, tidak seperti kebanyakan temanku yang masih manja dan belum bisa mandiri. Selesai membantu nenek aku segera mandi, gembira rasa hati bisa memakai baju baru hari ini.

           Memang sudah menjadi adat kebiasaan di desaku setiap hari raya kedua Idul Fitri akan ada silaturahmi satu kampung. Apalagi Nenek sebagai orang yang dituakan akan banyak tamu yang datang.

”Itu temanmu sudah menunggu di ruang tamu,” kata Nenek padaku.

 ”Sebentar, Nek aku tinggal pakai kerudung dan selesai,” jawabku.

  Sementara itu ketiga sahabatku sudah duduk di ruang tamu ditemani Nenek dan Kakekku.

 ”Ayo silakan dimakan, dipilih apa yang kalian suka?” kata Nenek.

 ”Iya Nek terima kasih,” jawab mereka serentak.

"Orang tuamu mudik tidak, Yati?" tanya Kakek sambil tersenyum.

"Tidak, Kek hanya berkirim surat saja," Jawab Yati.

Orang tua Yati bekerja sebagai buruh di perkebunan karet di Sumatra. Tapi Yati tidak sendiri. Dia punya kakak dan adik, tidak seperti aku yang seorang diri saja.

Selesai berdandan aku pergi ke dapur membuatkan minuman untuk ketiga sahabatku.

"Ayo teman-teman sekarang minum es buah dulu seger lho?" kataku mempersilakan.

"Woow mantap kayaknya memang seger itu," jawab Susi.

"Iya boleh nih habis makan pedesnya balado terus es buah, " kata Ning.

Lihat selengkapnya