Jam sudah menunjukan jam makan siang, Aji sudah menghabiskan semua makan siangnya sementara Alea di depannya masih melamun belum menyentuh makanannya sedikit pun.
"Kalo gak di makan, biar gue yg abisin nih," kata Aji tiba-tiba
"Gih abisin aja,"kata Alea sambil mendorong piringnya ke arah Aji
"Lo kan udah gue pesenin makanan, hargain gue yang udah traktir lo dong."
"Kan gue udah bilang males makan, lo ngapain maksa pesen dua segala."
"Makan dong sayang, abang kan khawatir," goda Aji sambil mengiba
"Dih, abang ... Abang apaan, abang tukang baso mari mari sini kali ah," kata Alea geli karena ucapan Aji tadi.
"Makanya cepetan makan Zenab."
"Zenab Zenab, emang nama gue Zenab?!" gerutu Alea
"Gue juga nama bagus-bagus Panji napa lo panggil Aji," balas Aji
"Masih bagus gue panggil Aji daripada gue panggil lo panci."
"Terserah lo deh yg penting cepatan dimakan atau mau gue suapin?"
"Iye iye gue makan nih, bawel," kata Alea menyerah. Sebenarnya dia sangat bersyukur dengan keberadaan Aji, semenjak di Jakarta dia selalu tinggal sendiri jauh dari orang tuanya yang memang tinggal di Jogja, Aji sudah seperti malaikatnya, tidak pernah meninggalkannya sendirian dia selalu ada kapanpun Alea membutuhkannya, meskipun sebenarnya hubungan mereka mulai dekat lagi sejak setahun belakangan ini setelah sebelumnya mereka sempat tidak saling bertegur sapa karena salah paham, dan semua itu apalagi kalau bukan gara-gara Defa, ya Aji memang tidak pernah menyukai Defa sementara Alea sebaliknya dia sangat sangat mencintai Defa padahal menurut Aji, Defa tidak pantas mendapatkan cintanya Alea karena kelakuan Defa yang sering seenaknya mempermainkan perempuan namun anehnya Alea selalu menutup mata, berkali-kali Alea disakiti tapi akhirnya tetap saja kembali, Aji yang marah karena tidak di dengar kata-katanya memilih menjauh, sampai kejadian hari itu ....
*
"Alea gak masuk lagi ya ji?" tanya Sena saat jam makan siang
"Ya begitu deh," jawab Aji sekenanya