Hamzah
Hamzah, itulah nama yang ingin aku ceritakan. Namanya terukir dengan sebuah harapan, yaitu harapan menjadi anak yang penuh dengan keindahan budi dan keramahan hati.
Ketika Hamzah kecil dahulu, dia berjalan seorang diri menuju rumahnya yang jauh dari pelopak mata. Saat itu di dalam hatinya tertanam suatu impian besar, dia menujuk pada suatu hal yang jauh didepannya dan terus semangat untuk menggapai impian itu.
Bagiku Hamzah merupakan sosok anak yang tidak banyak bicara dan tidak banyak berpendapat. Namun Hamzah seorang anak yang berani berbuat dan berani bertanggung jawab. Saat melakukan suatu perbuatan dia cendrung tidak melihat mamfaat untuk dirinya. Karena dia beranggapan bahwa kebahagian akan tiba untuknya apabila orang lain telah bahagia atas usaha yang sudah dia lakukan.
Sikap kepedulian telah tampak pada sosok kecilnya, namun kebahagian Hamzah tidaklah seindah kisah pangeran-pangeran dikerajaan. Kisahnya juga diisi dengan berbagai rintangan sebagaimana rintangan yang dirasakan oleh mahluk-mahluk Allah.
Suatu saat ketika Hamzah terpuruk dengan keadaan, Hamzah pernah keliru menyikapi keadaan itu sehingga merubah dirinya menjadi anak yang nakal dan pembangkang. Saat itu Seolah tiada lagi Hamzah yang indah dengan budi perkerti, tiada lagi Hamzah yang ramah dalam bersosialisasi.
ketika Hamzah masih terlalu kecil untuk bicara, terlalu lemah untuk memikul beban dan terlalu bodoh untuk berpendapat, Hamzah bertanya dalam hatinya sendiri.
“Tuhan, mengapa aku ada? Tuhan, mengapa aku terlahir dari ayah dan ibu yang sekarang? Tuhan, dari sekian banyak yang Engkau ciptakan, mengapa aku menjadi manusia wahai Tuhanku?”
Seiring bergantinya masa, malam berganti siang dan cerah telah kembali menampakkan dirinya. Seiring itu juga Hamzah berusaha mewujudkan impian ibu dan ayahnya kembali, sehingga membuatnya sanggup berkata.
“Aku di besarkan oleh orangtua yang hebat.” Ayah merupakan seorang pejuang, memang ayah tidak berjuang dalam medan pertempuran, namun ayah sanggup menghadapi badai tanpa layar, sanggup berjalan tanpa tongkat dan berjuang diatas kakinya sendiri.
Sebagai seorang ayah, dia memikul tanggung jawab atasku. Ayah mengajarakan segala hal yang mampuh dia ajarkan. Seperti orang tua lain, ayah adalah pelindung bagiku. Ayah adalah payung ketika hujan dan dermaga ketika aku ingin berlabuh.