Sepertiga Waktu Dalam Rasa Rindu

Alfan Hasanah
Chapter #9

Perhatian Yang Teralihkan

Perhatian Yang Teralihkan

Mendengar penjelasan yang panjang lebar dari Hamzah kemudian Yuda berkata. “Hamzah, aku merasa bahwa aku begitu mengerti tentang pribadi yang melekat didalam dirimu. Aku tahu kamu tidak akan menyakiti dia, maka yakinkanlah hatimu untuk mengemukakan apa yang kamu rasakan padanya saat ini” ucap Yuda sambil menyakinkan sahabatnya itu.

“Tapi Hamzah, tadi kamu katakan bahwa kamu tidak akan merenggut semangat gadis kecil itu dengan mengharapkan dia kembali seperti yang kamu kenal dahulu. Apa yang kamu maksut dengan tidak merenggut semangatnya itu Hamzah?” Tambah Gilang saat itu.

Hamzah kembali menceritakan kisahnya dan berkata “Dahulu ketika aku tidak melihat sosok dia sebagai seseorang yang harus diperhatikan, tapi dia selalu hadir untuk diperhatikan. Saat aku menutup pandanganku dari wajahnya, dia seolah mengangkat kepala ku dan berkata, kenapa aku berpaling? Saat aku biarkan dia dengan aktivitas dan kesibukannya, dia selalu menghadirkan diriku di sela-sela kesibukannya itu.” ucap Hamzah kepada kedua sahabatnya

“Lalu?” Tanya Yuda kembali.

Hamzah kemudian menundukan kepalanya dan pergi meninggalkan kedua temannya itu untuk sesaat. Setelah kembali, Gilang bertanya kepada Hamzah, “Kamu dari mana?” Sedangkan Yuda hanya memandang temannya itu dengan tatapan kosong.

Hvn

Seolah tidak mau menanggapi pertanyaan itu, Hamzah duduk di antara kedua sahabatnya dan kembali menjelaskan “Dahulu ketika aku menutup mataku untuknya, menutup hatiku untuknya, membisukan lisanku dari namanya dan mentulikan pendengarkanku dari hal-hal yang berkaitan dengan dia. Tapi dia selalu saja hadir untukku.”

“Dia tidak peduli akan ketidakpedulianku, dia tidak risau akan pengacuhan sikapku, dia tidak gelisah dengan diamnya kata-kataku, dan dia tidak gentar dengan segala sifat jelek yang melekat pada diriku.

“Sekalipun aku bersikap buruk kepadanya, tapi dia tak pernah berubah. Selalu saja ada namaku dalam ucapan lisannya, selalu saja ada aku dalam fikirannya. Selalu saja ada namaku dalam setiap bait-bait kisah kehidupannya.”

“Namun saat aku mulai memperhatikan dirinya, saat aku mulai bercerita tentang dia, saat aku mulai membiasakan lisanku dengan namanya, dan saat aku mulai berpikir tentang kebahagiannya. Kenapa aku merasa bahwa dia seolah-olah pergi? Sikapnya tidak lagi seperti dahulu, aku merasa tidak lagi kenal dengan pribadi dia yang saat ini.”

“Aku menyadari bahwa dahulu aku tidak begitu mementingkan tentang dia, tapi aku selalu hadir dan memperhatikan dia secara sembunyi. Mungkin dia tidak menyadari, bahkan teman-teman yang lain juga tidak menyadari hal itu. Tapi semua itu memang aku lakukan” Tegas Hamzah sambil melihat kepada ke dua sahabatnya itu.

Hvn

 Hamzah tahu dan mengerti bahwa gadis kecil itu telah tumbuh menjadi anak yang mandiri dan tidak lagi bersikap kekanak-kanakan seperti dahulu. Tapi bagi Hamzah, gadis kecil itu tetap sama. Gadis kecil itu harus terus dijaga dan dibimbing kepada jalan yang baik, agar dia tidak tersesat dalam kesesetan yang berbuah pahit nantinya.

Ketika malam berbalut rindu, air hujan serasa turut menyertai air mata untuk mengungapkan kerinduan itu. Hamzah mengangkat kedua tangannya seraya bersimpuh memohon ampun pada Allah. Terlihat kepalanya menegadah ke atas langit-langit rumah dan perlahan dia berdoa.

 “Wahai Allah, aku malu untuk menemui engkau, engkau selalu hadir untukku. Allah aku rindu, aku begitu rindu.”

Hamzah terus mengukir cinta dan kerinduan pada Allah dalam balutan kesendirian dan nestafah, kadang kerinduan itu dituliskan dalam bait-bait syair, kadang dinyanyikan dan didendangkan. Hanya sang angin yang menemani kesendiriannya saat itu, dan memang tidak banyak yang bisa dia lakukan kala sendiri.

Gadis kecil bernama Aisyah pernah berkata kepadanya “Kakak Hamzah, jika kakak merasakan kerinduan yang teramat sangat, maka ambillah wudu’ dan bersegerahlah untuk mencurahkan rasa rindu itu di sepertiga malam yang kakak miliki.”

Saat itu Hamzah berdiri menyembah dan sujud mempasrahkan diri kepada Allah dengan penuh kasih dan harapan, agar doa-doa itu selalu senantiasa terdengar dan terkabulkan. Impian Hamzah bukanlah kebersamaan bersama gadis kecil, namun impian yang dia tuliskan dalam doa itu adalah tentang kebahagian sang gadis kecil.

Hvn

Ketika aku pulang dari perkuliahan di Kota Padang, aku menyempatkan diri untuk mampir di pesantren tempat ku menimba ilmu. Sambil berbincang-bincang dengan beberapa santri, aku bertanya kepada mereka.

“Bagaimana kondisi pondok saat ini?”

Salah satu dari santri itu menjawab bahwa kondisinya dalam keadaan yang baik.

“Beberapa hari lagi kita akan mengikuti lomba pidato tingkat Kabupaten kak,” Ucap salah seorang santri itu.

“Waahhh bagus kalau begitu, siapa yang menjadi perwakilan dari pondok kita?” Tanya Hamzah.

“Aisyah kak”

“Ohh Aisyah” Jawab Hamzah seolah tidak ingin tahu lebih dalam tentang perlombaan itu.

Lihat selengkapnya