Sepertiga Waktu Dalam Rasa Rindu

Alfan Hasanah
Chapter #11

Cerita Sang Ayah

Cerita Sang Ayah

Sambil duduk memangku sebuah buku kecil, Ayah tersebut terus bercerita kepada putrinya yang sudah beranjak dewasa. Saat itu sang putri bertanya “Ayah, lalu apa yang terjadi dengan Hamzah dan Aisyah? Apakah mereka melanjutkan kebahagiaan itu menuju jenjang pernikahan?”

Ayahnya terseyum sambil berkata “Tidak anakku.”

“Haaaa tidak, kenapa bisa begitu ayah? Apa yang terjadi sehingga mereka tidak dapat bersatu?” Tanya sang anak bingung dengan cerita yang di kisahkan ayahnya itu.

“Ayah akan melanjutkan kisahnya nak, dengarkan dan ambilah pelajaran di balik kisah itu.” Ucap sang ayah. Sambil membuka sebuah mangga menggunakan pisau kecil, Ayah itu kembali berkata “Anakku, Hamzah dan aisyah tidak dapat bersatu karena ada satu hal yang menghalangi mereka.”

“Apa itu ayah?” Tanya sang anak sambil membuka catatan kecil yang sudah dia siapkan.

Ayah tersebut melihat ke arah sebuah foto yang terpajang di salah satu sisi dingding ruangan itu seraya berkata.

“Ketika Hamzah sekolah dahulu, memang benar bahwa selalu ada Aisyah yang senang sekali menyapanya dengan lambaian tangan, dan selalu ada Aisyah yang suka bertanya tentang kabarnya kala itu. Bahkan Hamzah mulai membuka hatinya untuk Aisyah. Hamzah juga mulai memberikan perhatian lebih kepada Aisyah. Hamzah mulai bertanya dan ingin tahu banyak hal tentang Aisyah, namun ada kesalahan fatal yang di perbuat Hamzah saat itu,” jelas sang ayah.

“Apa itu ayah?” Tanya anaknya semakin penasaran dengan perkataan yang di sampaikan sang ayah.

Terlihat sang ayah saat itu berjalan mendekat kepada anaknya, dia usap kepala sang anak dengan penuh cinta seraya berkata “Kesalahan itu berkaitan dengan perasaan yang dia miliki. Hamzah mengganggap bahwa rasa yang dia miliki hadir dalam keridhoan Allah, namun nyatanya tidak.

Merasa semakin aneh dengan kisah yang diceritakan sang ayah, anak tersebut memandangi ayahnya yang berada dibelakangnya sambil berkata“Kenapa bisa begitu ayah?” Tanya anak itu.

Terlihat wajah sang anak saat itu semakin bingung dan merasa penasaran dengan hal-hal yang disampaikan oleh ayahnya. Anak itu memandang bahwa yang dilakukan oleh Hamzah dan Aisyah sudah merupakan sesuatu hal yang baik. Mereka sudah berjalan sesuai dengan kemampuan mereka, mereka sudah selalu berusaha menjaga hati, jiwa dan raga mereka agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan cinta yang banyak menimpa orang-orang yang sedang di landang perasaan sayang.

Lalu sang ayah duduk di dekat anaknya dan kembali menceritakan kisah yang telah dia ceritakan.

Hvn

Dahulu ketika perasaan rindu dan sayang hadir untuk diri Aisyah, Hamzah begitu tersiksa dengan perasaan rindu yang begitu lama dia hadapi dalam kesendirian. Kisah kerinduan itu di mulai saat Aisyah yang dia kenal telah beranjak menjadi wanita hebat yang penuh dengan berbagai aktivitas di perkualihan.

Aisyah tidak lagi memiliki waktu untuk menanyakan kabar Hamzah seperti yang biasa dia lakukan dahulu. Aisyah tidak lagi ada kesempatan untuk menyapa Hamzah seperti yang sering dia lakukan. Semua itu terjadi karena aktivitasnya tidak lagi sekedar belajar seperti di sekolah dahulu.

Saat ini Aisyah telah menjadi seorang mahasiswa cantik yang penuh dengan berjuta prestasi. Banyak penghargaan dan berbagai kegiatan yang dia ikuti. Mulai dari kegiatan kelas tari, kesenian, belum lagi berbagai aktivitas organisasi yang dia geluti. Semua kegiatan itu sangat jelas mengambil dan menyita waktu Aisyah. Dia benar-benar hebat dalam mencapai cita-cita dan keinginannya.

Pada suatu waktu, Aisyah menyempatkan diri untuk melakukan panggilan telephone kepada Hamzah melalui ponsel miliknya.

Kriingggg, terdengan suaru nada dering di ponsel Hamzah saat itu. Hamzah melihat nama yang tertera di ponselnya seraya merasa tidak percaya dengan yang dia lihat. “Aisyah adik kecilku” seperti itulah nama yang tertuliskan di layar ponsel miliknya.

“Hallo, assalamualaikum” ucap Hamzah menjawab panggilan telfone itu.

“Waalaikumsalaam, kak ini Aisyah”

Dengan semua perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya, Hamzah berusaha menenangkan diri agar bahagianya tidak terlihat, dan berusaha agar kesedihannya juga tidak tampak oleh gadis kecil itu.

“Iya Aisyah, Aisyah apa kabar? Ada yang bisa kakak bantu?” Sambil mengerutu sendiri Hamzah berkata, “Aduh saya kok kaku sekali ya.”

“Hehehe,” terdengar sedikit suara tawa kecil dari gadis kecil itu “Aisyah alhamdulilah baik kak. Kak, Aisyah rencananya mau minta tolong sama kakak, itupun kalau kakak tidak terlalu sibuk.”

“Tidak kok kakak tidak sibuk.” Jawab Hamzah dengan cepat seolah-olah menggambarkan kebahagiaan dari kata-katanya itu “Apa yang bisa kakak bantu?” Tanya Hamzah kembali.

“Begini kak, kebetulan Aisyah ada beberapa tugas dari kampus untuk membuat laporan penelitian. Aisyah tidak mengerti bagaimana memulainya kak, kakak bisa bantu Aisyah?”

“Insyalllah kakak bisa bantu, tapi bagaimana caranya? Kakak tidak mau ya membuatkan, kakak hanya mau mengajarkan” Ucap Hamzah.

“Iya kakak, Aisyah memang mau kakak mengajari Aisyah.”

“Lalu bagaimana cara yang bagus menurut Aisyah? Apakah kakak harus menerangkan melalui ponsel? Atau ada alternative lain yang mungkin terpikirkan oleh Aisyah?”

“Nah jadi begini kak, kalau kakak memang tidak sibuk. Kakak bisa tidak untuk datang ke kafe di dekat kampus saat ini? Nanti tolong kakak ajarkan disana” terang Aisyah pada Hamzah.

Tanpa pikir panjang dan tak mau berlama-lama, Hamzah langsung menjawab “Ok” kepada gadis kecil itu “Nanti kirim alamat kafe itu ya Aisyah” lanjut Hamzah.

 Tidak lama setelah pembicaraan itu selesai, Hamzah langsung bergegas mengambil handuk dan mandi serta bersiap-siap untuk pergi ketempat yang telah disepati. Tidak lupa memakai minyak rambut dan memberikan sedikit pewangi pada pakaiannya.

“Ibu, Hamzah pergi ke keluar ya.” Ucap Hamzah kepada ibunya saat itu.

“Ehhh tumben-tumbenan Hamzah terlihat gagah, Hamzah mau kemana?”

“Hamzah mau ke kafe dekat kampus sebentar ibu, Hamzah mau bertemu dengan teman.”

“Ya sudah hati-hati ya Zah” ucap ibunya saat itu.

“Iya ibu, Hamzah pergi dahulu ya ibu, assalamualaikum” Ucap Hamzah sambil menyalami sang ibu.

Lalu Hamzah pergi dengan motor klasik kesayangannya, tidak perlu waktu lama, Hamzah akhirnya sampai di tempat tujuan dengan keadaan yang baik. Hamzah segera memasuki kafe tersebut sambil tidak lupa menyempatkan diri untuk bercermin dan merapikan pakaiannya.

Langkah demi langkah dia susun dengan baik, setiap pijakannya seolah mengambarkan betapa gagahnya Hamzah saat itu. Terlihat Aisyah telah duduk di salah satu kursi di kafe tersebut. Dari kejauahan Aisyah menyapa kakaknya itu sambil sedikit terseyum, Hamzah membalas sapaan itu dengan sedikit seyuman pula. Setelah sampai di tempat itu, Aisyah langsung menawarkan menu-menu yang tersedia kepada Hamzah “Kakak mau makan apa?” Begitu katanya.

Lihat selengkapnya